Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perancis "Keukeuh" Larang Relawan Pakai Jilbab

Kompas.com - 24/12/2013, 02:51 WIB
Palupi Annisa Auliani

Penulis

Sumber Reuters

PARIS, KOMPAS.com — Perancis, Senin (23/12/2013), memutuskan tetap melarang penggunaan jilbab oleh Muslimah yang bahkan hanya menjadi relawan pemandu wisata siswa sekolah. Larangan itu menggunakan dalih netralitas agama dalam pelayanan publik.

Dewan Negara, dalam analisis setebal 32 halaman, memberikan saran kepada pemerintah terkait administrasi dalam sengketa ini. Menurut Dewan Negara, aturan soal netralitas tersebut seharusnya tidak berlaku bagi para ibu yang membantu menjadi pemandu bagi anak-anak yang berkunjung ke museum.

Namun, Menteri Pendidikan Perancis Vincent Peillon tetap mengumumkan bahwa larangan penggunaan jilbab untuk para relawan itu akan berlanjut. Dia mengatakan, Dewan Negara dalam analisisnya juga mengatakan sekolah dapat memberlakukan aturan internal terkait persoalan itu.

"Memo (menetapkan larangan jilbab itu) tetap berlaku," kata Peillon dalam pernyataan setelah penerbitan analisis Dewan Negara. Aturan pelarangan pemakaian jilbab bagi para relawan berlaku di Perancis sejak tahun lalu, sebagai salah satu kebijakan dalam beberapa tahun terakhir yang memperketat aturan soal sekularisme.

Sejak 10 tahun lalu Perancis melarang pengenaan jilbab di sekolah dan pada 2011 melarang pula penggunaan cadar di ruang publik. Aturan pelarangan penggunaan jilbab bagi para relawan ini sebelumnya juga sudah diterapkan untuk layanan bisnis seperti penitipan anak yang dikelola swasta.

Kritik datang dari komunitas Muslim atas keputusan tersebut. Mereka menilai larangan yang terus berlanjut dan meluas di Perancis ini merupakan bentuk diskriminasi. Setidaknya terdata ada 5 juta Muslim menjadi penduduk minoritas di Perancis, meskipun tercatat sebagai yang terbesar di sebuah negara di Eropa.

Kebijakan sekularisme Perancis

Kebijakan sekularisme yang kini diperketat di Perancis merupakan produk lama, sebagai bentuk perlawanan panjang terhadap Gereja Katolik Roma. Perlawanan itu berakhir dengan pemisahan gereja dan negara pada 1905. Sampai saat ini kebijakan tersebut tetap bak ranjau darat bagi pemerintah.

Perdana Menteri Perancis Jean-Marc Ayrault mendapat tekanan dari oposisi konservatif dan koleganya dari kubu sosialis, pekan lalu, sebagaimana laporan yang termuat di dalam situsnya. Mereka mendesak Pemerintah Perancis membalik kebijakan itu dan mengakui keberadaan dimensi Arab-Oriental.

Meski demikian, Ayrault membantah laporan tersebut akan menjadi kebijakan resmi. Kebijakan itu sendiri merupakan sebuah kajian tentang cara memerangi diskriminasi.

Sementara itu, Pengadilan Tinggi Administrasi Perancis bersiap menggelar sidang banding dari perempuan yang dipecat dari tempat kerjanya, sebuah penitipan anak swasta, setelah ia mengenakan jilbab. Perusahaan penitipan anak itu memiliki aturan internal yang melarang pengenaan jilbab.

Adapun Dewan Negara, penasihat pemerintah, sudah memperingatkan Pemerintah Perancis soal penerapan kebijakan sekularisme yang melampaui batas. Lalu, sebuah badan pemantau sekularisme yang dibentuk Presiden Perancis Francois Hollande pada Oktober 2013 menyarankan perlawanan atas UU baru yang memperluas penerapan persyaratan netralitas agama untuk perusahaan swasta, sekalipun UU itu mendapat dukungan dari Partai Sosialis pengusung Hollande.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com