Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Wahyu Suryodarsono
Tentara Nasional Indonesia

Indonesian Air Force Officer, and International Relations Enthusiast

Menangkal Islamofobia: Refleksi atas Kasus di India dan Eropa

Kompas.com - 02/07/2022, 15:31 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PADA 15 Maret 2022, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyetujui resolusi yang menetapkan 15 Maret sebagai hari internasional untuk memerangi islamofobia. Hal ini merupakan bukti bahwa islamofobia merupakan isu serius di dunia.

Islamofobia didefinisikan sebagai sebuah perasaan ketakutan atau pun kebencian terhadap Islam, orang-orang Islam (muslim), maupun budaya keislaman. Meskipun definisi islamofobia masih diperdebatkan banyak ahli, tetapi semuanya mengerucut pada kesamaan tentang munculnya sebuah ideologi ketakutan yang irasional (irrational fear) terhadap Islam.

Istilah islamofobia pertama kali muncul dalam sebuah tulisan berjudul L’Orient vu del’Occident karya Etienne Dinet, seorang orientalis Eropa. Tahun 1990-an, islamofobia menjadi istilah umum yang paling sering digunakan untuk menjelaskan fenomena perilaku diskriminatif yang diterima komunitas muslim di Eropa Barat.

Baca juga: Kasus-kasus Islamofobia Menodai Hubungan India dengan Negara-negara Lain

Dari perasaan ketakutan terhadap Islam inilah muncul persepsi bahwa setiap penganut agama merupakan seorang yang fanatik, dan mempunyai tendensi untuk melakukan kekerasan terhadap orang-orang non-Islam. Persepsi ini juga meyakini bahwa Islam menolak nilai-nilai kesetaraan, toleransi, atau pun demokrasi karena demokrasi dianggap sebagai produk dari ideologi Barat.

Fenomena di India dan Eropa

Saat ini, fenomena islamofobia kian terasa di kawasan Asia Selatan, tepatnya di India. Dalam kejadian beberapa waktu belakangan ini, minoritas muslim di India menyampaikan berbagai protes dan kecaman atas pernyataan pejabat pemerintahnya yang dianggap merepresentasikan islamofobia.

Naveen Jindal dan Nupur Sharma, anggota Bharatiya Janata Party (BJP), sebuah partai politik beraliran nasionalis konservatif di India, diberhentikan dari keanggotaannya di partai itu karena pernyataanya yang menghina Nabi Muhammad dan istrinya. Kedua anggota partai tersebut, yang merupakan partai pengusung Perdana Menteri India Narendra Modi, menduduki posisi kepala bagian media dan juru bicara nasional BJP.

Meski pemerintah India dan BJP telah mengeluarkan pernyataan yang tidak membenarkan tindakan kedua anggota partai tersebut, islamofobia telah menjadi bagian sentral dari kampanye ideologi negara dan partai berfaksi nasionalis Hindu di India tersebut. Pemeritahan Modi telah berhasil mem-framing kesan Islam yang brutal dan kejam demi menyukseskan kampanye mereka. Pemerintah India seperti percaya bahwa hindunisasi akan membawa kembali kemajuan dan kebanggaan atas identitas asli negara tersebut.

Alhasil, negara-negara Arab banyak melayangkan protes kepada pemerintah India atas apa yang menimpa minoritas muslim di negara tersebut.

Di Eropa, islamofobia bukanl hal baru. Fenomena kebencian terhadap Islam di Eropa telah berlangsung lama, sejak abad ke-8 Masehi dan telah berkembang hingga saat ini dalam berbagai bentuk. Dalam sejarah, kebencian terhadap kaum muslim tercatat dalam bentuk Perang Salib (Crusade).

Akan tetapi, gejala islamofobia saat ini jauh lebih kompleks sejak terjadi peristiwa 9/11, yaitu tragedi serangan teroris terhadap gedung WTC pada 11 September 2001 di Amerika Serikat, serta tragedi bom London pada 7 Juli 2005. Kejadian tersebut membangkitkan kembali kecurigaan dan kebencian terhadap Islam di Eropa.

Hal tersebut juga dimanfaatkan partai-partai berhaluan konservatif di negara-negara Eropa untuk menciptakan iklim prasangka buruk terhadap berbagai komunitas Islam di dunia. Salah satu efek bersifat diplomatif yang terjadi akibat fenomena ini adalah kontroversi dan perdebatan saat Turki, negara mayoritas muslim di Eropa, mengajukan keanggotaan penuh untuk masuk Uni Eropa tetapi gagal hingga pembahasannya ditutup tahun 2016.

Baca juga: 15 Maret Ditetapkan sebagai Hari Internasional Memerangi Islamofobia, Apa Maksudnya?

Tidak menutup kemungkinan, fenomena islamofobia juga akan merambat ke berbagai negara, bahkan di negara mayoritas muslim. Prasangka buruk itu selain akan berpengaruh negatif terhadap masyarakat Islam di dunia, juga akan menimbulkan dampak buruk pada hubungan bilateral maupun multilateral berbagai negara Islam.

Hal ini juga dapat melahirkan eksklusivisme dan ketidakstabilan politik negara akibat dari bangkitnya konservatisme politik.

Qahera, adalah pahlawan super perempuan asal Mesir yang memiliki misi menegakkan hak-hak perempuan dan memberantas Islamofobia.Al Arabiya Qahera, adalah pahlawan super perempuan asal Mesir yang memiliki misi menegakkan hak-hak perempuan dan memberantas Islamofobia.
Mengatasi islamofobia

Karena itu perlu ada solusi terkait fenomena Islamofobia. Salah satu yang dapat dilakukan untuk mengurangi tekanan islamofobia adalah perlunya dunia Islam berpartisipasi dalam berbagai bentuk gerakan dunia yang bersifat inklusif. Islamofobia, xenophobia, rasisme, dan berbagai bentuk kebencian bersifat rasialis maupun teologis harus dihapuskan dalam berbagai gerakan yang masif.

Untuk dapat mengangkat isu islamofobia di berbagai forum politik, negara-negara Islam, khususnya Arab harus mengambil bagian untuk berani berbicara lebih. Negara-negara Islam perlu menawarkan sebuah konsep baru kepada dunia di mana islamofobia dapat menimbulkan eksklusivisme antara negara-negara Islam dengan non-Islam, yang sangat bertentangan dengan semangat inklusivisme.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com