Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kaleidoskop 2018: Kembalinya Mahathir sebagai Perdana Menteri Malaysia

Kompas.com - 29/12/2018, 12:35 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

KOMPAS.com - Pada 9 Mei, sejarah tercipta di Malaysia ketika Mahathir Mohamad memenangkan kursi Perdana Menteri dalam pemilihan umum.

Kemenangan melawan petahana saat itu Najib Razak tidak saja membuat Mahathir menjadi pemimpin terpilih tertua di dunia.

Bersama koalisi yang diusungnya, Pakatan Harapan, Mahathir menjungkalkan koalisi Barisan Nasional (BN) dan Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO) yang berkuasa selama hampir 60 tahun.

Baca juga: Mahathir Mohamad Resmi Menjadi Perdana Menteri Ketujuh Malaysia

Ini merupakan periode kedua Mahathir sebagai orang nomor satu di Malaysia setelah periode pertama dijalaninya pada 1981 sampai 2003.

Sekretaris Eksekutif ASEAN Study Center Universitas Indonesia Shofwan Al Bana Choiruzzad berkata, kekalahan Najib dan BN dikarenakan berbagai tiga faktor.

Yang pertama adalah faktor internal Najib yakni tuduhan korupsi 1Malaysia Development Berhad (1MDB), kekuatan oposisi yang menguat, dan melemahnya dukungan terhadap UMNO.

Dia menilai dukungan yang melemah disebabkan tokoh kuat seperti Dr M, julukan Mahathir, yang notabene mantan anggota UMNO memilih untuk turun gunung.

"Secara personal, dia memberikan perlawanan terhadap Najib dan melemahkan basis tradisional UMNO yang sebagian masih memiliki loyalitas terhadap Mahathir," tutur Shofwan.

Dia melanjutkan, perbedaan Mahathir antara periode pertama dengan kedua adalah di masa pertama menjabat, Mahathir adalah tokoh yang meletakkan dasar dominasi non-demokratis Malaysia.

Sedangkan Mahathir saat ini adalah tokoh yang membongkar sistem yang dibangunnya. "Dulu Mahathir membungkam demokrasi, sekarang dia membongkar sistemnya sendiri," paparnya.

Sementara Direktur Institute of International Studies Universitas Gadjah Mada Riza Noer Arfani menilai kemenangan Mahathir juga ditentukan kerinduan publik pada eranya berkuasa.

Dia berujar publik merindukan zaman ketika Mahathir berkuasa di periode pertama dan menampilkan pemerintahan bersih dan efektif.

"Melalui pemilihan Mei, publik berharap Mahathir bisa mengembalikan persepsi terkait pemerintahan Malaysia seperti dulu," bebernya.

Dia menjelaskan, yang diinginkan adalah pemerintahan berjalan efektif dan bersih, dan telah ditunjukkan Mahathir selama bertahun-tahun.

"Bahkan ketika dia mundur ditangisi banyak kalangan karena simbol itu ada dalam diri Mahathir. Efektivitas dan kebersihan melakukan tindakan," kata Riza.

Baca juga: Pemilu Malaysia: Veni, Vidi, Vici ala Mahathir Mohamad

 

Kepemimpinan Mahathir di Periode Kedua

Setelah dilantik menjadi PM ketujuh Malaysia, hingga saat ini lebih dari 100 hari Mahathir telah memimpin Negeri "Jiran" tersebut.

Dalam pidatonya bertajuk "100 Hari Pemerintahan Pakatan Harapan" pada Agustus lalu, Mahathir mengklaim memenuhi 21 dari total 60 janji kampanye.

Salah satu janji yang menurut Mahathir telah ditepati adalah memperkuat divisi anti-korupsi melalui pendirian Komite Kabinet Khusus Anti-korupsi (JKKMAR).

Baca juga: 100 Hari Pertama, Mahathir Klaim Penuhi 21 dari 60 Janji Kampanye

"Komitmen pemerintahan ini adalah agar rakyat Malaysia tahu bahwa kami mempunyai integritas dan tidak korupsi," kata Mahathir saat itu.

Shofwan menjelaskan, Mahathir telah mendorong peninjauan kembali proyek-proyek yang dibiayai dengan utang karena berkaitan dengan upaya menunjukkan pemerintahannya bebas korupsi.

Apalagi pada awal dia menjabat, PM yang juga anggota parlemen konstituen Langkawi itu menyebut kondisi keuangan Malaysia tidak terpelihara.

Dia menyebut Malaysia memiliki utang 1 triliun ringgit, sekitar Rp 3.504 triliun, dan menuding utang itu disebabkan kesalahan rezim Najib.

Dihadapkan pada kondisi utang yang menggunung, Shofwan mengatakan Mahathir memilih untuk meninjau proyek yang dianggap mahal dan belum perlu.

"Saya kira Mahathir melakukan review untuk memastikan proyek ini sudah dihitung sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan Malaysia," imbuhnya.

Terkait dengan keterbukaan, Mahathir dalam pidatonya menyebut pemerintahannya tak melarang pemberitaan media ataupun melontarkan kritikan.

Namun, kebebasan itu tidak boleh sampai pada taraf di mana ada pihak yang melapor karena merasa diprovokasi sehingga saling bermusuhan.

"Apa yang dimaksud dengan provokasi tersebut nantinya bakal mendapat penjabaran," tutur pemimpin terpilih tertua dunia itu.

Riza menuturkan, keterbukaan itu bakal menjadi dilema tersendiri bagi Mahathir. Sebab keterbukaan berarti tuntutan tinggi untuk transparansi dan antisipasi publik.

Keterbukaan Mahathir bakal ditentukan oleh para politisi di koalisi Pakatan. "Atau Mahathir bakal mengurangi cara lama yang diwariskan dari waktu ke waktu," tuturnya.

Terkait penyidikan skandal 1MDB, Riza menyebut masih berada dalam tahap awal, dan dia memprediksi bakal ada kompromi antara Mahathir dengan UMNO maupun Najib.

Baca juga: Najib Razak dan Kroninya Didakwa Rampas Uang Rakyat Rp 24 Triliun

Hubungan dengan China dan Singapura

Ketika Mahathir menjabat pada periode pertama, hubungan Malaysia dan Singapura tidak terlalu mesra. Karena itu pakar menilai naiknya kembali Mahathir direspon dengan cemas.

Mahathir kemudian langsung melakukan sejumlah kebijakan dengan mengevaluasi proyek yang pernah disepakati di era Najib.

Antara lain Jalur Kereta Cepat Kuala Lumpur-Singapura (HSR), dan sempat mewacanakan pembangunan pulau di gugus bebatuan yang berdekatan dengan Singapura.

Baca juga: Mahathir Negosiasi Ulang Proyek Kereta Cepat Kuala Lumpur-Singapura

Untuk China, Mahathir pada masa kampanye sempat mengatakan dia bakal mengevaluasi investasi yang dilakukan di Malaysia.

Perkataan itu dia tegaskan kembali setelah dilantik menjadi PM. Dalam wawancara dengan SCMP Juni lalu, dia berkata tak bisa mengesahkan investasi yang dianggap berat sebelah.

Mahathir menyerang Najib karena proyek tersebut langsung diserahkan kepada Perusahaan Konstruksi Komunikasi China tanpa melalui proses lelang.

Saat itu, Najib telah diperingatkan bahwa pengembang bakal menggunakan hampir 100 persen bahan bangunan maupun pekerja dari China.

Mahathir tidak bisa menerima jika mempunyai kontrak kerja sama dengan China, maka seluruh proses pengerjaan harus dilakukan oleh China.

"Meminjam uang, menyerahkan kontrak, mengimpor bahan bangunan dan pekerja dari China, bahkan harus melakukan pembayaran ke sana adalah sesuatu yang tidak saya terima," tegas Mahathir.

Peneliti dari Centre For Strategic & International Studies Fitriani mengungkapkan, Mahathir berusaha menunjukkan posisi tegas bahwa negaranya tak bisa didikte oleh kapital.

Dia memaparkan antara lain Proyek Sabuk dan Jalan yang dikaji oleh Mahathir pada Agustus, atau memajukan batas laut pelabuhan Johor Baru yang sempat menimbulkan ketegangan dengan Singapura.

Baca juga: Mahathir Ingin Tingkatkan Hubungan dengan China, Tapi...

"Mahathir berusaha menunjukkan Malaysia bakal menjadi lebih kuat dan asertif di bawah kepemimpinannya," papar Fitriani.

Sementara Riza menilai Mahathir tetap bakal memainkan isu anti-China. Namun, dia bakal selektif melihat proyek yang dia dukung maupun yang bakal dihentikan.

Dia mencontohkan proyek pembangunan pabrik baja yang berlokasi di Kuantan. Riza berujar proyek tersebut dianggap menguntungkan karena 90 persen produksinya bisa diekspor.

"Saya kira Mahathir bakal mengevaluasi satu per satu proyek secara hati-hati supaya publik juga mengetahui kalau dia tidak melanggar," tukasnya.

Baca juga: Mahathir Evaluasi Semua Mega Proyek yang Dirancang Najib Razak

 

Mahathir dan Kedekatan dengan ASEAN

Fitriani melihat sisi menarik dari kepemimpinan Mahathir adalah upayanya untuk mendukung sentralitas ASEAN dan mendekatkan kembali dengan Indonesia.

Cirinya, ujar Fitriani, adalah kunjungan pertama Menteri Luar Negeri Malaysia Saifuddin Abdullah adalah ke Indonesia.

Dia melihat adanya kekuatan sentralitas ASEAN untuk menjadi daya tawar bagi negara kawasan di saat pertarungan pengaruh antara Amerika Serikat (AS) dan China makin besar.

Baca juga: Pernyataan Pers Bersama Jokowi dan Mahathir yang Penuh Tawa...

Namun, Fitriani menyatakan perbedaan di periode kedua Mahathir adalah baik para pemimpin ASEAN kini berusia jauh lebih muda darinya.

Mahathir yang berusia 93 tahun merupakan pemimpin tertua di ASEAN. Sementara Presiden Indonesia Joko Widodo adalah kedua termuda.

Selain itu, dibanding di masa pertama kekuasaannya, Fitriani menjelaskan Mahathir tidak bisa mengambil keputusan secara sepihak.

"Dampaknya adalah perbedaan tempo pengambilan keputusan para pimpinan ASEAN yang lebih lambat dan pola komunikasi berbeda," jelasnya.

Sementara Shofwan mengatakan Mahathir menganggap Indonesia merupakan mitra yang sangat penting untuk menjaga soliditas Asia Tenggara sehingga tidak jadi korban dari pertarungan AS serta China.

Dalam visi politik luar negeri Mahathir, beber Shofwan, Indonesia merupakan negara yang penting karena sekitar 40 persen penduduk ASEAN ada di Tanah Air.

"Tanpa Indonesia, ASEAN tidak akan kuat. Indonesia adalah kunci yang dibutuhkan untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi pembangunan Malaysia," katanya.

Baca juga: Jokowi dan Mahathir Bicarakan soal Mengatasi Kelompok Politik yang Tak Terima Kekalahan

Isu Suksesi Mahathir dan Anwar Ibrahim

Salah satu kunci kemenangan Mahathir dalam pemilu 9 Mei adalah keputusannya untuk berdamai dengan mantan wakilnya era 1993-1998, Anwar Ibrahim.

Salah satu kesepakatan perdamaian mereka adalah Mahathir bakal menyerahkan kursi PM kepada Anwar setelah dua tahun menjabat.

Baca juga: Mahathir: Saya Berjanji Anwar Ibrahim Jadi Pengganti Saya, tapi...

Proses menuju sukses itu sudah mulai terjadi sejak Anwar terpilih sebagai anggota parlemen di Port Dickson pada Oktober lalu.

Meski begitu, Mahathir sempat mengutarakan bahwa keputusan untuk menjadikan Anwar sebagai PM Malaysia berada di tangan rakyat.

"Jika memang rakyat Malaysia menghendaki Datuk Seri Anwar Ibrahim untuk memimpin mereka, maka mereka berhak memilih dia. Karena itu, saya tak bisa menjanjikan apa pun," lanjut dia.

Riza menyatakan jadi atau tidaknya suksesi itu juga bergantung kepada kondisi kesehatan Mahathir, dan itu bisa terlihat dari kunjungan ke dalam maupun luar negeri.

Sikap Mahathir untuk menentukan penggantinya juga bisa ditentukan dari hubungan dengan koalisi Pakatan maupun UMNO.

"Dia bakal bersikap wait and see. Jika dia merasa bahwa dia tidak mampu, bisa jadi dia bakal menyerahkan kekuasaan ke Anwar," katanya.

Sikap senada juga diutarakan Fitriani. Dia membeberkan perubahan bisa terjadi jika UMNO memainkan kartu politik identitas dan membuat etnis mayoritas Melayu merasa terancam.

"Jika mereka bisa menggunakannya, maka penyerahan kekuasaan tidak akan terjadi karena UMNO dan Partai Islam Malaysia (PAS) pasti meminta pemilu ulang," lanjutnya.

Baca juga: Anwar Ibrahim: Saya Memaafkan Mahathir, Meski Dia Tak Minta Maaf

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com