Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diperkosa dan Dipukuli, Derita Para Atlet Muda Korea Selatan

Kompas.com - 19/07/2018, 15:11 WIB
Ervan Hardoko

Penulis

Sumber AFP

SEOUL, KOMPAS.com - Saat Kim Eun-hee baru berusia 10 tahun, dia adalah siswi sekolah dasar yang bermimpi menjadi seorang bintang lapangan tenis.

Namun, saat itulah untuk kali pertama sang pelatih memperkosanya.

Kim Eun-hee masih terlalu muda untuk memahami hal tersebut. Dia hanya memahami amat ketakutan saat sang pelatih memintanya masuk ke ruangannya usai berlatih.

"Butuh waktu bertahun-tahun bagi saya untuk memahami bahwa tindakan itu adalah sebuah perkosaan," kata Kim.

Baca juga: KPAI: Korban Pelecehan Seksual Cenderung Menjadi Pelaku Ketika Dewasa

"Dia terus memerkosa saya selama dua tahun. Dia mengatakan, hal itu adalah rahasia antara saya dengan dia," tambah Kim.

Kim, yang kini berusia 27 tahun, untuk pertama kali membuka kisahnya kepada media massa internasional.

Kim memilih berbicara secara terbuka meski dia memiliki hak untuk menutupi identitasnya.
Kim ingin mengungkapkan bagaimana nasib para atlet perempuan Korea Selatan yang diam dalam penderitaan akibat pelecehan seksual yang dilakukan pelatih mereka.

Korea Selatan selama ini mungkin lebih dikenal dengan kemajuan teknologinya dan musik K-Pop yang mendunia.

Di sisi lain, Korea Selatan juga dikenal sebagai kekuatan olahraga regional dan menjadi negara Asia selain Jepang yang sudah menggelar Olimpiade musim panas dan musim dingin.

Meski berpenduduk relatif sedikit, Korea Selatan hampir selalu menduduki posisi 10 besar kedua Olimpiade itu.

Negeri Ginseng ini juga dikenal amat dominan dalam cabang panahan, taekwondo, dan beberapa cabang lainnya.

Para atlet perempuan Korea Selatan juga dikenal cukup berprestasi dalam cabang golf dunia.

Baca juga: Kasus Pelecehan Atlet Masuk ke Parlemen

Meski demikian, secara budaya negeri ini masih amat patriarki dan amat menghargai hirarki. Sehingga koneksi personal sama pentingnya dengan kemampuan seseorang untuk mencapai sebuah karier yang sukses.

Dalam sebuah komunitas kompetitif di mana kemenangan adalah segalanya, banyak atlet muda yang mengorbankan sekolah dan meninggalkan keluarga dan tinggal di asrama demi mendapatkan latihan intensif.

Sistem kamp latihan, yang juga digunakan negara-negara komunis seperti China, dianggap sebagai kunci sukses Korea Utara di kancah dunia.

Namun, sistem ini juga membuka peluang besar pelecehan seksual, terutama bagi para atlet di bawah umur yang benar-benar berada di bawah kendali para pelatih mereka.

"Pelatih adalah raja di dunia saya, dia mendikte kehidupan saya mulai dari latihan hingga kapan harus tidur dan makanan yang saya santap," papar Kim.

Kim melanjutkan, sang pelatih juga kerap memukulnya dengan dalih sebagai bagian dari latihannya.

Baca juga: Kasus Pelecehan Seksual, Pengumuman Pemenang Nobel Sastra Dibatalkan

Sang pelatih memang kemudian diberhentikan setelah sejumlah orangtua mengeluhkan perilakunya yang "mencurigakan".

Namun, dia hanya dipindahkan ke sekolah lain tanpa pernah menjalani penyidikan kriminal apapun.

Menutup mata

Banyak korban pelecehan seksual dipaksa untuk bungkam sebab berbicara di hadapan publik sama dengan mematikan mimpi mereka menjadi bintang.

"Ini adalah komunitas di mana mereka yang berani berbicara justru dinilai sebagai pengkhianat yang membawa aib bagi dunia olahraga," kata Chung Yong-chul, pakar psikologi olahraga di Universitas Sogang, Seoul.

Dalam sebuah jajak pendapat yang digelar Komite Olimpiade dan Olahraga Korea pada 2014 menunjukkan satu dari tujuh atlet perempuan pernah mengalami pelecehan seksual di tahun sebelumnya.

Namun, 70 persen dari mereka yang menjadi korban pelecehan seksual tidak berusaha mencari bantuan dari pihak manapun.

"Orangtua para korban di bawah umur berhenti mengajukan tuntutan setelah para pejabat olahraga, biasanya teman pelaku pelecehan, mengatakan langkah itu bisa menghancurkanmasa depan anak-anak mereka," tambah Chung.

Di saat yang sama, organisasi olahraga berusaha menutupi masalah ini dengan memindahkan tersangka pelaku ke institusi baru.

"Asosiasi olahraga menutup mata selama para pelaku pelecehan seksual ini bisa memproduksi atlet-atlet terbaik dan perilaku mereka dianggap sebagai kesalahan kecil dan tidak signifikan dalam proses ini," tambah Chung.

Pada 2015, seorang mantan juara Olimpiade hanya dijatuhi hukuman denda setelah terbukti melakukan pelecehan seksual terhadap beberapa atlet yang dilatihnya.

Salah satu korban pelecehan itu adalah seorang atlet perempuan berusia 11 tahun.

Bahkan para atlet papan atas juga mengalami hal yang sama.

Choi Min-suk, pelatih tim curling perempuan untuk Olimpiade Musim Dingin 2014 di Sochi, mengundurkan diri setelah para atlet menuduhnya melakukan pelecehan seksual.

Namun, kemudian Choi dipekerjakan kembali untuk melatih tim lainnya.

Pelecehan yang dialami para atlet Korea Selatan ini tak hanya seksual tetapi juga fisik.

Awal tahun ini, Shim Suk-hee, peraih empat medali di Olimpiade Musim Dingin Pyeongchang menuduh sang pelatih kerap memukul dan menendangnya.

Baca juga: Korban Pelecehan Seksual di Chile Penuhi Undangan Paus Fransiskus

Alhasil, menurut Shim, dia harus absen berlatih selama satu bulan karena harus menjalani perawatan medis.

Cho Jae-beom, sang pelatih, kepada polisi mengakui, dia memukul Shim dan para atlet seluncur di kamp pelatihan untuk meningkatkan kemampuan mereka.

"Pemerkosa saya terus melatih"

Kim Eun-hee mendapatkan dua medali perunggu dalam pesta olahraga nasional Korea Selatan. Namun, dia selalu merasa mual saat mendengar suara teriakan para petenis di lapangan.

Suara-suara itu mengingatkan Kim terhadap sang pelatih yang memerkosa dia.

"Saya amat khawatir melihat pemerkosa saya terus melatih para petenis muda selama lebih dari satu dekade seolah tak terjadi apapun," papar Kim.

Baca juga: Mendapat Pelecehan Seksual dari Gurunya, Remaja di India Gantung Diri

"Saya berpikir kepada diri sendiri bahwa saya tidak akan membiarkan dia kembali melecehkan anak kecil," Kim menegaskan.

Kim lalu mengajukan pengaduan resmi ke kepolisian dan sang pelatih kini telah dituntut dan telah disidangkan.

Empat kawan Kim kemudian bersaksi tentang pelecehan yang mereka terima dari sang pelatih. Kim juga bersaksi meski dia tak kuasa melihat wajah sang pelatih sehingga meminta dia dikeluarkan dari ruangan.

Upaya Kim tak sia-sia, pada Oktober tahun lalu sang pelatih dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman 10 tahun penjara.

"Saat itu saya menangis, tak kuasa menahan luapan emosi dari kesedihan hingga kebahagiaan," kata dia.

Kini, Kim pensiun bertanding dan memilih melatih anak-anak di sebuah gelanggang olahraga.

Baca juga: Pelaku Pelecehan Seksual Anak di Turki Dihukum Penjara 572 Tahun

"Melihat anak-anak itu tertawa dan menikmati tenis, menyembuhkan saya. Saya ingin mereka menjadi atlet yang bahagia, tak seperti saya," ujar Kim.

"Apa artinya memenangkan medali Olimpiade dan menjadi bintang jika mereka harus dilecehkan dan disiksa untuk mencapai tujuan tersebut?" tanya Kim.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com