Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

30 Tahun Setelah Politik Apartheid di Afrika Selatan Berakhir

Kompas.com - 29/04/2024, 10:50 WIB
Egidius Patnistik

Penulis

AFRIKA Selatan, pada 27 April 2024, memperingati 30 tahun berakhirnya sistem politik apartheid dan lahirnya demokrasi di negara itu. Presiden Afrika Selatan, Cyril Ramaphosa, memimpin upacara peringatan untuk itu di sebuah tenda putih besar di taman gedung pemerintah di Pretoria.

Pada peringatan itu ia juga berbicara sebagai pemimpin Partai Kongres Nasional Afrika (ANC), yang dianggap telah membebaskan warga kulit hitam di Afrika Selatan dari sistem penindasan rasial yang menjadikan negara tersebut sebagai negara paria selama hampir setengah abad. ANC telah berkuasa sejak pemilu pertama yang demokratis dan diikuti semua ras pada tanggal 27 April 1994, pemilu yang secara resmi mengakhiri apartheid.

Baca juga: Afrika Selatan Peringati 30 Tahun Apartheid, Kemiskinan Masih Jadi Isu Utama

Definisi dan Awal Mula Politik Apartheid

Apartheid merupakan sistem segregasi rasial yang secara resmi diterapkan di Afrika Selatan dari tahun 1948 hingga awal 1990-an. Kata "apartheid" berasal dari bahasa Afrika yang berarti 'terpisah'. Kebijakan ini didesain untuk mempertahankan dominasi orang kulit putih di negara yang mayoritas penduduknya berkulit hitam.

Deborah Posel dalam bukunya The Making of Apartheid, 1948-1961: Conflict and Compromise (1991), menulis bahwa sistem politik itu melibatkan pengklasifikasian penduduk berdasarkan ras, dan berdasarkan klasifikasi ini, akses terhadap pendidikan, pekerjaan, dan fasilitas publik seperti transportasi dan perumahan diatur secara ketat.

Sistem apartheid mulai terbentuk jauh sebelum tahun 1948, ketika berbagai undang-undang yang mendiskriminasi warga non-kulit putih mulai diberlakukan. Sejarah panjang kolonialisme dan rasisme di Afrika Selatan memberikan fondasi bagi penerapan sistem apartheid yang lebih terstruktur.

Menurut John Dugard dalam Human Rights and the South African Legal Order (1978), asal-usul apartheid dapat dilacak kembali ke praktik-praktik segregasi yang dilakukan pemerintah kolonial Inggris dan Belanda yang memerintah sebelumnya.

Pengembangan kebijakan apartheid juga didorong oleh peningkatan jumlah penduduk kulit hitam di area perkotaan setelah Perang Dunia II, yang memicu ketakutan di kalangan minoritas kulit putih akan hilangnya kontrol politik dan ekonomi.

Baca juga: Menlu Palestina Sebut Pendudukan Israel sebagai Kolonialisme dan Apartheid

Kebijakan apartheid ini secara sistematis diimplementasikan  Partai Nasional, yang berkuasa tahun 1948, dengan Daniel François Malan sebagai pemimpin. Pemerintah itu dengan cepat memperkenalkan undang-undang apartheid seperti Undang-Undang Pendaftaran Populasi dan Undang-Undang Area Kelompok, yang secara resmi memisahkan penduduk berdasarkan ras dan mengalokasikan daerah khusus untuk masing-masing ras.

Selama beberapa dekade, berbagai undang-undang dan regulasi diperkenalkan untuk mengukuhkan sistem itu. Contohnya, Undang-Undang Penghapusan Pencampuran Ras (Prohibition of Mixed Marriages Act) pada tahun 1949 dan Undang-Undang Pendaftaran Penduduk (Population Registration Act) tahun 1950 memperjelas pengelompokan ras dan melarang pernikahan antar ras.

Pada 1960-an, ketika resistensi terhadap apartheid meningkat, pemerintah mengintensifkan upaya penindasannya. Pembantaian Sharpeville tahun 1960, ketika polisi membunuh 69 pengunjuk rasa anti-apartheid yang tidak bersenjata, menjadi titik balik yang menyoroti kebrutalan rezim itu kepada dunia.

Ketika dunia semakin menyuarakan penentangannya, pemerintah apartheid mulai merasakan tekanan ekonomi dan politik dari sanksi internasional. Menurut Joseph Hanlon dalam Beggar Your Neighbours: Apartheid Power in Southern Africa (1986), perekonomian Afrika Selatan mulai terguncang akibat sanksi dan boikot internasional. Namun, pemerintah apartheid tetap berkuasa hingga awal 1990-an, ketika tekanan internal dan eksternal mengarah pada negosiasi yang akhirnya mengakhiri apartheid.

Akhir dari Apartheid

Proses negosiasi untuk mengakhiri apartheid dimulai awal 1990-an. Pembicaraan itu diinisiasi di tengah meningkatnya tekanan internasional dan kekerasan domestik. Kunci pembuka proses negosiasi adalah pembebasan Nelson Mandela dari penjara pada tahun 1990, setelah 27 tahun mendekam karena perjuangannya melawan sistem apartheid.

Menurut Lynne Rienner dalam Negotiating Apartheid (1995), pembebasan Mandela merupakan hasil dari negosiasi rahasia antara Mandela dan pemerintah, yang menunjukkan keseriusan kedua belah pihak untuk merubah Afrika Selatan. Pembicaraan melibatkan berbagai pihak, termasuk African National Congress (ANC) yang dipimpin Mandela, Partai Nasional yang diwakili oleh Presiden FW de Klerk, dan berbagai kelompok lainnya yang mewakili spektrum politik dan rasial di negara itu.

Proses negosiasi penuh dengan tantangan, diwarnai ketidakpercayaan dan kekerasan yang terus berlanjut, tetapi keinginan kuat untuk mencapai perdamaian mendorong para pihak untuk terus maju. 

Peran Nelson Mandela dan FW de Klerk dalam transisi ke demokrasi tidak bisa diremehkan. Keduanya menjadi simbol dari kemungkinan rekonsiliasi dan perubahan. Mandela, dengan karisma dan kebijaksanaannya, mampu meyakinkan pendukungnya bahwa perdamaian dan kerjasama dengan mantan musuh adalah jalan terbaik untuk masa depan Afrika Selatan.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com