Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pertaruhan Politik Turki Bernama Referendum

Kompas.com - 16/04/2017, 13:30 WIB
Ervan Hardoko

Penulis

Sosok sentral bernama Erdogan

Bagaimanapun, sosok sentral dalam referendum Turki adalah Presiden Recep Tayyip Erdogan, yang namanya mulai muncul sejak ikut mendirikan Partai AKP pada 2001.

Pertanyaan besarnya adalah apakah sosok Erdogan yang sangat sentral dalam politik Turki saat ini akan menjamin kemenangan dalam referendum?

Erdogan adalah sosok politisi lihai dan sangat pragmatis yang sudah terlihat sejak dia terpilih menjadi wali kota Istanbul (1994-1998).

Saat itu, banyak yang khawatir Erdogan yang berasal dari Partai AKP yang berhaluan Islam akan menerapkan hukum Islam di kota itu.

Namun, Erdogan yang pragmatis justru melakukan langkah populis misalnya mengatasi masalah kronis Istanbul seperti kurangnya air bersih, polusi, dan kemacetan lalu lintas.

Dia membangun ratusan kilometer pipa air bersih baru, membangun fasilitas daur ulang sampah, menggunakan bahan bakar gas untuk moda transportasi umum, dan membangun lebih dari 50 jembatan untuk mengurangi kemacetan.

Dan, dia juga menganut keterbukaan dalam penggunaan anggaran. Dia juga bahkan membayar sebagian besar utang Istanbul sebanyak dua miliar dolar AS.

Tak hanya itu, Erdogan juga berhasil menarik investasi sebesar empat miliar dolar AS ke Istanbul.

Memperkuat ekonomi Turki

Setelah menjadi perdana menteri pada 2002, Erdogan mewarisi perekonomian Turki yang sangat buruk tetapi sudah mulai membaik sebagai hasil reformasi ekonomi rancangan Kemal Dervis.

Dia adalah menteri perekonomian Turki di masa pemerintahan perdana menteri Bulent Ecevit (1999-2002).

Meski demikian Erdogan masih mewarisi utang negara kepada IMF sebesar 23,5 miliar dolar AS.

Utang ini berhasil dikurangi hingga hanya 0,9 miliar dolar AS pada 2012 dan menegaskan tak berutang lagi kepada IMF.

Erdogan kemudian menyatakan utang Turki terhadap IMF sudah lunas dan menegaskan IMF bahkan bisa meminjam uang dari Turki.

Pada 2002, bank sentral Turki hanya memiliki cadangan devisa sebesar 26, 5 miliar dolar. Jumlah ini meningkat menjadi 92,2 miliar dolar pada 2011.

Selain soal ekonomi, berbagai sektor lain seperti pendidikan, infrastruktur, layanan kesehatan, dan lain sebagainya juga meningkat pesat.

Tutup mata

Semua keberhasilan pemerintahan Erdogan yang mengubah Turki dari negeri berjuluk "The Sickman of Europe" menjadi salah satu negeri dengan perekonomian paling maju tak bisa dipungkiri lagi.

Rakyat Turki seakan kembali memiliki kebanggaan menjadi bangsa Turki, pasca-runtuhnya Kekalifahan Ottoman usai Perang Dunia I.

Semua prestasi Erdogan itu membuat sebagian rakyat Turki menutup mata atas sejumlah "cacat" sang pemimpin.

Meski pernah dikaitkan dengan sejumlah skandal suap dan korupsi serta nyaris terjungkal akibat unjuk rasa massa, ternyata semua tak cukup untuk melengserkan Erdogan.

Semua peristiwa itu malah seakan semakin memuluskan upaya Erdogan untuk meniti karier politiknya ke level tertinggi yaitu menjadi presiden.

Pada 2014, Erdogan memenangkan pemilihan presiden dengan meraup 51,79 persen suara, mengalahkan kandidat CHP, MHP, dan 13 partai kecil Ekmeledin Ihsanoglu (38,44 persen), dan kandidat HDP Selahattin Demirtas (9,76 persen).

Meski hanya meraih suara sedikit di atas batas minimal 50 persen, Erdogan terbukti menjadi pemimpin yang amat didukung rakyat.

Bukti paling sahih adalah saat sekelompok faksi militer mencoba menggulingkannya pada pertengahan tahun lalu.

Erdogan yang tengah berlibur itu, cukup menyerukan agar rakyat menentang kudeta dengan cara turun ke jalan. Imbauan itu dituruti dan kudeta militer tersebut berakhir dengan kegagalan.

Jika dilihat dari berbagai kondisi ini, maka amat kecil kemungkinan jika Erdogan akan kalah dalam referendum ini.

Hal yang perlu dinanti apakah kemenangan dalam referendum itu akan mengubah wajah demokratis Turki dengan signifikan.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com