Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pertaruhan Politik Turki Bernama Referendum

Kompas.com - 16/04/2017, 13:30 WIB
Ervan Hardoko

Penulis


Tantangan keamanan

Hal yang harus diwaspadai Turki dalam menggelar referendum ini adalah belum dicabutnya status darurat pasca-kudeta militer yang gagal tahun lalu.

Kudeta militer itu, meski gagal, menewaskan 248 orang dan melukai lebih dari 1.400 orang. Pemerintah Turki menuding kudeta itu dirancang Fethullah Gulen, seorang ulama musuh bebuyutan Erdogan.

Gagalnya kudeta berbuntut pembersihan puluhan ribu orang yang dianggap sebagai pengikut Fethullah Gulen.

Banyak kalangan menyebut, pembersihan itu tak hanya mengincar para pengikut Gulen tetapi juga musuh politik potensial Erdogan.

Selain itu, beberapa waktu terakhir, Turki mengalami sejumlah serangan teror yang diduga dilakukan ISIS atau Partai Pekerja Kurdistan (PKK).

Serangan teror terakhir terjadi di klub malam Reina di Istanbul pada malam tahun baru lalu yang menewaskan 39 orang, sebagiannya adalah wisatawan asing.

Siapa akan memilih "ya"?

Diperkirakan mereka yang akan mendukung perubahan konstitusi ini adalah anggota dan simpatisan AKP atau pendukung setia Erdogan.

Para pendukung beragumen perubahan konstitusi justru akan menciptakan sebuah Turki yang kuat dan lebih stabil dalam menghadapi berbagai tantangan.

Mereka merujuk pada kekacauan koalisi pemerintah pada 1990-an yang mengakibatkan perekonomian Turki terpuruk dengan inflasi yang luar biasa tinggi.

Selain itu, mereka melihat sistem pemeritahan dengan eksekutif yang kuat lebih pas bagi Turki untuk menghadapi ancaman teror ISIS, pemberontakan Kurdi, dan jaringan Gulen.

Selain itu, kelompok pendukung referensi menilai sudah saatnya konstitusi kuno yang dirancang militer diganti.

Sebab, konstitusi lama ini justru menghasilkan dua kekuatan eksekutif yang memicu konflik kekuasaan yang bisa melumpuhkan pemerintahan.

Siapa memilih "tidak"?

Di Turki ada dua partai oposisi Partai Rakyat Demokratik (CHP) yang beraliran sekuler dan HDP yang anggotanya sebagian besar adalah politisi Kurdi, koalisi kelompok kiri, dan kelompok minoritas.

Mereka inilah yang kemungkinan besar akan menentang perubahan konstitusi yang diinginkan pemerintahan Erdogan.

Para penentang yakin sistem presidensial akan menciptakan rezim satu orang yang dipimpin Erdohgan, yang menurut mereka sudah mulai menyeret Turki menjadi negara otoritarian.

Contoh otoritarianisme itu, menurut mereka, adalah saat pemerintahan Erdogan melakukan pembersihan pasca-kudeta yang gagal.

Presiden Erdogan juga tak mentolerir kelompok yang dianggap berseberangan pendapat. Inilah yang dianggap sebagai bukti bahwa Erdogan adalah sosok anti-kritik.

Perubahan konstitusi juga dikhawatirkan bakal membuat Erdogan semakin berkuasa untuk melanjutkan pembersihan di birokrasi, polisi, militer, kehakiman, dan para akademisi.

Pemerintahan Erdogan selama ini juga kerap menangkapi para kader partai HDP dan memberangus organisasi akar rumput.

"Rezim demokratik Turki akan diganti dengan pemerintahan satu orang. Perubahan ini akan memberikan semua wewenang termasuk eksekutif dan yudisial kepada presiden," kata Bulent Teczan, politisi Partai CHP dan anggota komite konstitusional.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com