WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Dalam pidatonya, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyebut video game dan sakit jiwa sebagai penyebab maraknya penembakan massal.
Pidatonya muncul setelah terjadi dua penembakan mengerikan yang terjadi dalam rentang waktu kurang dari 24 jam di Ohio dan Texas pada akhir pekan lalu.
Trump mengatakan video game yang beredar selama ini berkontribusi terhadap penembakan massal karena "merayakan kekerasan" dan menyebutnya sangat mengerikan.
Baca juga: INFOGRAFIK: 10 Penembakan Massal Paling Mematikan di AS
"Kita harus menghentikan glorifikasi kekerasan yang terjadi di masyarakat ini. Termasuk salah satunya adalah permainan video yang mengerikan," katanya.
Benarkah pernyataan Trump itu? Memang benar bahwa beberapa pelaku penembakan massal setidaknya sejak 2012 memainkan permainan yang menyuguhkan kekerasan.
Adam Lanza, pelaku yang membunuh 26 murid dan staf sekolah di SD Sandy Hook Connecticut 2012 silam memainkan video game. Termasuk di antaranya berjudul "School Shooting".
Nikolas Cruz, pembunuh 17 murid dan guru dalam penembakan di SMA Marjory Stoneman Douglas Parkland Februari tahun lalu dilaporkan menghabsikan 15 jam bermain game.
Namun profesor psikologi di Universitas Stetson Chris Ferguson yang sengaja meneliti isu itu mengatakan, tidak ada hubungan kuat antara game dengan penembakan massal.
Dia menyebut ratusan juta di seluruh dunia game tembak-tembakan first person seperti Fortnite atau Call of Duty. Namun, semuanya tidak menjadi pelaku penembakan massal.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.