Salin Artikel

Benarkah Video Game Kekerasan Berakibat pada Maraknya Penembakan Massal di AS?

Pidatonya muncul setelah terjadi dua penembakan mengerikan yang terjadi dalam rentang waktu kurang dari 24 jam di Ohio dan Texas pada akhir pekan lalu.

Trump mengatakan video game yang beredar selama ini berkontribusi terhadap penembakan massal karena "merayakan kekerasan" dan menyebutnya sangat mengerikan.

"Kita harus menghentikan glorifikasi kekerasan yang terjadi di masyarakat ini. Termasuk salah satunya adalah permainan video yang mengerikan," katanya.

Benarkah pernyataan Trump itu? Memang benar bahwa beberapa pelaku penembakan massal setidaknya sejak 2012 memainkan permainan yang menyuguhkan kekerasan.

Adam Lanza, pelaku yang membunuh 26 murid dan staf sekolah di SD Sandy Hook Connecticut 2012 silam memainkan video game. Termasuk di antaranya berjudul "School Shooting".

Nikolas Cruz, pembunuh 17 murid dan guru dalam penembakan di SMA Marjory Stoneman Douglas Parkland Februari tahun lalu dilaporkan menghabsikan 15 jam bermain game.

Namun profesor psikologi di Universitas Stetson Chris Ferguson yang sengaja meneliti isu itu mengatakan, tidak ada hubungan kuat antara game dengan penembakan massal.

Dia menyebut ratusan juta di seluruh dunia game tembak-tembakan first person seperti Fortnite atau Call of Duty. Namun, semuanya tidak menjadi pelaku penembakan massal.

"Video game kekerasan tidak menyumbangkan penembakan massal. Tidak keseluruhan atau sebagian. Hanya, kemungkinan merusak seseorang," ujar Ferguson di Twitter.

Sementara Persatuan Psikolog Amerika menyebut ada hubungan antara bermain video game dan menonton film kekerasan dengan meningkatnya agresivitas pada anak.

Namun sebagaimana diwartakan AFP Senin (5/8/2019), temuan itu hanyalah satu dari salah satu faktor berisiko jika dihubungan dengan insiden penembakan.

Penyakit Jiwa

Trump juga menyebut penyakit jiwa merupakan faktor lain yang membuat 22 orang tewas dalam penembakan di Walmart El Paso, Texas, dan sembilan dalam peristiwa di Dayton, Ohio.

"Penyakit jiwa dan kebencianlah yang memicu pelatuknya. Bukan senjata," ujar Trump. Memang ada beberapa kasus yang merujuk kepada ucapan presiden 73 tahun itu.

Veteran Korps Marinir David Long yang menyerang bar musik country di California November tahun lalu dan membunuh 12 orang diyakini mengidap post-traumatic stress disorder.

Connor Betts, pemuda 24 tahun yang ditembak mati oleh polisi setelah sebelumnya menewaskan sembilan orang di Dayton menunjukkan perilaku berbahaya saat SMA.

Sementara Cruz yang adalah tersangka penembakan massal Parkland dilaporkan mempunyai sejarah harus berurusan dengan penanganan penyakit kejiwaan.

Jeffrey Swanson, profesor psikiatri dari Jurusan Kedokteran Universitas Duke berujar, seseorang yang keluar dan membantai orang asing jelas punya pikiran tak sehat.

Meski begitu, dia menunjuk 10 juta orang di AS yang mempunyai penyakit kejiwaan serius. Namun tak satu pun dari mereka yang berperilaku mengerikan.

Kebanyakan pelaku penembakan massal, katanya, tidak punya penyakit jiwa serius seperti skizofrenia yang mengganggu kemampuan otak untuk berpikir, atau bipolar.

https://internasional.kompas.com/read/2019/08/06/19462941/benarkah-video-game-kekerasan-berakibat-pada-maraknya-penembakan-massal

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke