Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hari Ini dalam Sejarah: Dimulainya Pembantaian Tiananmen 30 Tahun Lalu

Kompas.com - 03/06/2019, 16:27 WIB
Retia Kartika Dewi,
Bayu Galih

Tim Redaksi

Pada pertengahan Mei, diperkirakan lebih dari 1 juta orang memenuhi Lapangan Tiananmen, tempat Mao Zedong memproklamasikan berdirinya Republik Rakyat Cina (RRC) pada 1949.

Pada 20 Mei 1989, Pemerintah China menetapkan darurat militer di Beijing, seiring jumlah massa yang semakin besar. Pemerintah China mengerahkan tentara dan tank ke Ibu Kota untuk membubarkan aksi demonstran.

Diketahui, sebanyak 30 divisi tentara dari tujuh wilayah atau sekitar 250.000 pasukan militer dikirim ke Beijing melalui udara atau kereta api.

Namun, ketika tentara ingin masuk ke pusat kota, mereka diadang oleh para demonstran dengan cara memblokir jalan utama. Demonstran juga mengelilingi kendaraan militer sehingga aparat kesulitan bergerak. Tak hanya itu, pengunjuk rasa bahkan membujuk tentara untuk bergabung dalam aksi demonstrasi.

Baca juga: Miao Deshun, Tahanan Tiananmen Terakhir

Pada 23 Mei 1989, akibat tidak adanya akses jalan untuk maju, pasukan tentara berhasil dipukul mundur ke pinggiran Kota Beijing oleh para demonstran.

Tindakan penarikan mundur itu disinyalir sebagai pertanda baik bagi aksi demonstrasi. Namun, gerakan mahasiswa tidak sadar bahwa sebenarnya pihak militer tengah memobilisasi untuk melakukan serangan pamungkas.

Tidak lama setelah itu, muncul perpecahan di tengah pengunjuk rasa, karena tidak adanya kepemimpinan dan tujuan yang jelas dari aksi itu.

Salah satu aktivis mahasiswa, Wang Dan, juga mulai menyadari adanya bahaya aksi militer. Ia pun menyarankan agar para mahasiswa mundur sementara, sambil menyusun strategi yang lebih baik.

Sayangnya, saran Wang Dan ditolak para aktivis radikal yang bersikukuh ingin mempertahankan Lapangan Tiananmen.

Pada 1 Juni, Pemerintah China melalui Perdana Menteri Li Peng menerbitkan laporan berisi ajakan kepada Politbiro untuk menyatakan para pengunjuk rasa sebagai teroris dan pihak yang kontra-revolusi.

Keesokan harinya, para mahasiswa kesal dengan beredarnya artikel di surat kabar yang menyebut para mahasiswa akan mengosongkan Lapangan Tiananmen. Para pengunjuk rasa ini memang menolak meninggalkan Lapangan Tiananmen.

Tragedi berdarah

Sikap mahasiswa itu menyebabkan Pemimpin China Deng Xiaoping menemui para politisi senior partai dengan tiga anggota Politbiro, yakni Li Peng, Qiao Shi, dan Yao Yin. Dalam negosiasi itu, mereka menyepakati untuk mengosongkan Lapangan Tiananmen dari para demonstran dengan cara damai.

Akan tetapi, fakta di lapangan seakan berbeda dengan upaya membubarkan aksi massa secara damai. Sebab, pada 3 Juni 1989 para mahasiswa menemukan sejumlah tentara berpakaian sipil yang mencoba menyelundupkan senjata. Senjata itu berhasil disita dan diserahkan kepada polisi Beijing.

Di hari yang sama, pada pukul 16.30, tiga anggota komite tetap Politbiro bertemu dengan para pemimin militer dan sepakat menggunakan langkah tegas sebagai bagian dari penerapan darurat militer.

Melalui saluran televisi, Pemerintah China menyarankan kepada masayarakat untuk tetap berada di dalam rumah. Akan tetapi, warga tetap berada di jalanan dan melakukan aksi pemblokiran.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com