KOMPAS.com – Sirkus yang menampilkan atraksi binatang menjadi salah satu pilihan hiburan yang kerap didatangi oleh masyarakat. Salah satu binatang yang sering dimanfaatkan untuk atraksi adalah gajah.
Sebagian besar, pengunjung sirkus gajah adalah orangtua yang ingin memperkenalkan buah hatinya akan keberadaan binatang yang dianggap cerdas. Sebab, gajah dianggap taat dan mengikuti perintah manusia, serta melakukan sesuatu yang dianggap tak lazim dilakukan binatang.
Namun, tunggu dulu, apakah benar hal itu menunjukkan gajah sebagai binatang yang layak jadi tontonan karena atraksinya? Dengan dijadikan binatang atraksi, tentu gajah juga mengalami penderitaan dan penyiksaan.
Berikut ini beberapa fakta nestapanya para gajah atraksi, dilansir dari laman Independent, Express.co.uk, serta kumpulan data dari aktivis PETA dan factsanddetails.com.
Gajah-gajah yang ada di pentas sirkus berasal dari alam liar. Mereka ditangkap menggunakan berbagai cara brutal dan menyakitkan, misalnya menggunakan jerat, makanan yang diberi obat penenang, senapan, dan sebagainya.
Gajah-gajah itu diambil secara paksa dari habitatnya dan dipisahkan dengan anak atau induknya dengan cara yang buruk.
Baca juga: Di Balik "Senyum" Lumba-lumba, dari Mitos Penyembuhan hingga Obyek Hiburan
Tak berhenti di situ, gajah-gajah ini kemudian dibawa ke tempat penangkaran yang dimiliki oleh industri sirkus tersebut. Umumnya, gajah dipindahkan menggunakan truk yang tidak memiliki cukup celah sebagai jalan udara dan cahaya.
Kendaraan-kendaraan sempit ini pula yang akan membawa mereka dari satu lokasi sirkus ke lokasi lainnya.
Dalam beberapa kasus, gajah sirkus ditemukan mati karena kepanasan dan kehabisan oksigen saat ada di dalam kendaraan yang pengap dan sempit saat diperjalanan.
Gajah yang di alam lepas yang berjalan menggunakan empat kaki, dilatih agar bisa berdiri hanya dengan dua kaki belakangnya. Selain itu, belalai yang biasa digunakan untuk makan dan minum dilatih dengan keras agar bisa digunakan untuk melukis, menulis, dan sebagainya.
Pelatihan yang diberikan oleh manusia itu dilakukan dengan cara yang juga tidak bisa dinilai baik. Gajah dipaksa, diperlakukan dengan penuh tekanan, agar mereka pada akhirnya mau menuruti apa yang diajarkan manusia.
Padahal, semua itu di luar kebiasaan gajah sebagai binatang liar yang hidup alami di tengah hutan. Tubuh mereka tidak didesain untuk berjalan berdiri, menggunakan belalainya untuk memegang kuas, atau menendang bola menggunakan kaki-kaki gempalnya.
Setelah ditangkap dan berada di penangkaran, gajah sirkus akan menjalani hidupnya di alam yang sangat jauh dari kata alami. Gajah akan hidup berdampingan bersama manusia, sangat dekat dengan manusia.