Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sudah 50 Tahun Bekas Petinju Jepang Menanti Eksekusi Hukuman Mati

Kompas.com - 07/09/2018, 14:28 WIB
Ervan Hardoko

Penulis

Sumber AFP

TOKYO, KOMPAS.com - Hukuman mati pasti merupakan vonis paling menakutkan bagi seorang pelaku tindak kriminal. Namun, menanti pelaksanaan eksekusi bisa jauh lebih menyiksa ketimbang hukuman matinya.

Untuk menanti pelaksanaan eksekusi, seorang terpidana mati biasanya ditempatkan di sel isolasi hampir selama 24 jam setiap hari.

Dengan bayang-bayang kematian menjemput setiap saat, seorang terpidana mati bisa menunggu pelaksanaan eksekusi hingga puluhan tahun.

Salah satu yang merasakan hal itu adalah Iwao Hakamada (82) yang selama 50 tahun menanti pelaksanaan eksekusi.

Baca juga: Cekik Mantan Istri hingga Tewas, Pria AS Dijatuhi Hukuman Mati di Malaysia

Hakamada kemungkinan adalah orang paling lama menunggu eksekusi. Hingga akhirnya pengadilan mengeluarkannya dari sel isolasi meski tidak menghapuskan hukumannya.

Hakamada, yang dulu adalah petinju profesional, kini bisa berjalan-jalan dengan bebas di kota Hamamatsu, sebelah barat daya Tokyo meski ancaman eksekusi tetap membayang.

"Sekali Anda berpikir tidak bisa menang, maka tak ada jalan menuju kemenangan," kata Hakamada.

Dia bukan berbicara soal pertandingan tinju, tetapi perjuangan panjangnya menanti eksekusi hukuman mati.

Nobuhiro Terazawa, seorang pendukung Hakamada mengatakan, membangun sebuah dunia fantasi adalah cara sang petinju mengubur rasa takutnya.

"Tak seperti dulu, dia kini bisa berjalan bebas meski secara mental dia belum bisa lari dari ketakutan datangnya eksekusi," kata Terazawa.

Kisah Hakamada dimulai pada 1966 ketika dia ditangkap karena dicurigai merampok dan membunuh bosnya bersama sang istri dan dua anaknya.

Tak hanya dituduh membunuh, Hakamada juga dituduh membakar kediaman bosnya itu untuk mengilangkan jejak.

Baca juga: Perempuan Aktivis di Arab Saudi Terancam Hukuman Mati

Awalnya, Hakamada membantah semua tuduhan tetapi akhirya dia mengaku akibat apa yang dia sebut sebagai interogasi brutal yang dilakukan polisi.

Dia mencoba menarik kembali pengakuannya tetapi justru hukuman mati yang diperolehnya pada 1968. Hukuman itu dikuatkan Mahkamah Agung pada 1980.

Dia mencoba meminta pengadilan ulang, sebuah hal yang langka dalam sistem hukum Jepang. Nyatanya, pengadilan distrik Shizuoka mengabulkan permohonan itu pada 2014.

Keputusan pengadilan menyebut penyidik kemungkinan menaruh bukti palsu dan memerintahkan agar Hakamada dibebaskan.

Pengadilan menambahkan, amat tidak adil jika terus memenjarakan Hakamada.

Namun, masalah tak berhenti di sana ketika Pengadilan Tinggi Tokyo pada Juni lalu membatalkan keputusan pengadilan Shizuoka. Alhasil, kasus ini kembali ke meja para hakim Mahkamah Agung.

Baca juga: WNI Lolos Hukuman Mati di Malaysia

Kini, karena usia Hakamada yang sudah amat tua, pemerintah mengizinkan dia tinggal di luar penjara tetapi para pendukung pria ini khawatir Hakamada akan dikirim lagi ke penjara dan dieksekusi.

Bulan lalu, jaksa penuntut menyurati Mahkamah Agung meminta agar permohonan Hakamada untuk menghentikan situasi yang membuat hukuman ditunda tanpa alasan, ditolak.

Kakak perempuan Hakamada, Hideko (85) sudah bersumpah akan melakukan apapun untuk membuktikan bahwa saudaranya itu tak bersalah.

Salah satu bukti kunci yang digunakan untuk menjerat Hakamada adalah seperangkat pakaian berlumuran darah yang muncul lebih dari setahun setelah pembunuhan itu terjadi.

Para pendukung Hakamada menyebut pakaian tersebut tidak cocok dengan ukuran tubuh Hakamada dan bekas darah di pakaian tersebut terlalu terlihat baru mengingat  pakaian itu lama tidak ditemukan.

Tes DNA menunjukkan tidak ada kaitan antara Hakamada, penemuan pakaian itu, dan darah yang menempel di pakaian tersebut.

Sayangnya, pengadilan tinggi menolak metode pengujian yang sudah dilakukan.

Hideko hanya berusaha menenangkan saudaranya itu dengan memberinya buah-buahan dan sayuran yang bisa didapatnya di penjara.

"Iwao sedang berdiri di gerbang neraka. Saya tak punya pilihan selain terus mendukungnya," kata Hideki.

Baca juga: Sudan Batalkan Hukuman Mati untuk Wanita yang Bunuh Suaminya

Jepang, selain Amerika Serikat, adalah satu-satunya negara maju yang masih memberlakukan hukuman mati dan langkah ini masih banyak mendapat dukungan warga.

Pemerintah Jepang belum lama ini menjalankan eksekusi hukuman gantung terhadap 13 anggota sekte Aum Shinri Kyo yang terlibat serangan gas sarin di kereta bawah tanah Tokyo pada 1995.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com