Namun, dia mengakui pemerintah China memang memiliki program permukiman dan pendidikan kembali atau reedukasi.
Para wartawan mengatakan merupakan hal tak biasa bagi China untuk memberikan penjelasan kepada publik tentang sesuatu terkait situasi di Xinjiang.
Sementara itu, harian milik pemerintah China, Global Times menyebut pemerintah sekadar berusaha untuk mencegah agar Xinjiang tidak berubah menjadi "Suriah-nya China" atau "Libya-nya China".
"Ternyata (yang terjadi dengan) situasi keamanan Xinjiang telah (membuat kawasan itu) terhindar dari tragedi besar dan menyelamatkan jiwa banyak orang," demikian editorial harian tersebut.
Namun, anggota Komite Penghapusan Diskriminasi Rasial PBB, Gay McDougall masih memintah penjelasan lebih lanjut.
"Anda bilang saya salah dalam hal jumlah yang menyebut satu juta orang. Nah, berapa banyak sebetulnya? Tolong beri tahu saya. Dan dengan hukum apa mereka ditahan?"
Dia lalu mempertanyakan jumlah warga Muslim Xinjiang yang harus menjalani program "pendidikan kembali".
Sidang Jumat itu kebetulan bertepatan dengan memburuknya ketegangan agama di tempat lain di China.
Baca juga: Pemerintah China Kumpulkan DNA Warga Minoritas di Xinjiang
Di wilayah Ningxia, ratusan warga Muslim terlibat bentrokan dengan aparat berwenang dalam upaya mereka mencegah penghancuran masjid yang baru dibangun.
Para pejabat mengatakan Masjid Agung Weizhou belum mendapat izin mendirikan bangunan yang lengkap.
Namun warga Muslim setempat mempertanyakan, sepanjang dua tahun pembangunan pemerintah setempat tidak pernah mempertanyakan izin mendirikan bangunan.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan