Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rudal Korut Melintasi Jepang, Apa yang Bisa Dilakukan Dunia Luar?

Kompas.com - 30/08/2017, 06:02 WIB

Ada tanda-tanda bahwa Kim Jong Il, mendiang ayah dari Kim Jong Un, bisa tertarik pada pendekatan ini, saat ia melakukan sejumlah perjalanan ke zona industri China.

Masalahnya, pendukung utama pendekatan ini adalah Chang Song Thaek, paman Kim Jong Un, yang pada Desember 2013, dituding sebagai pengkhianat yang berencana kudeta dan kemudian dieksekusi atas perintah Kim Jong Un.

Baca: AS Tembakkan Rudal Balistik Antarbenua dari California

Kim Jong-un belum pernah mengunjungi China – dia bahkan belum pernah mengunjungi negara asing mana pun sejak menjadi pemimpin Korut tahun 2011.

Dan kendati ia berbicara mengenai pertumbuhan ekonomi, program militer tampaknya merupakan prioritasnya.

Mungkinkah muncul oposisi yang kredibel?

Sangat tidak mungkin. Korut merupakan negeri satu partai dengan kekuasaan mutlak. Warga didorong untuk memuja dinasti Kim, yang dicitrakan sebagai satu-satunya institusi yang membuat mereka aman dari agresi luar.

Tidak ada media independen. Semua stasiun televisi, radio dan surat kabar dikendalikan negara dan Korut menciptakan pula sstem internetnya sendiri sehingga warga tidak memiliki akses siber ke dunia luar.

Memang ada arus informasi yang terbatas di sekitar perbatasan China, antara lain keping-keping DVD yang diselundupkan.

Namun secara umum Korut mengawai dan mengatur warganya secara sangat ketat.

Pemerintah memiliki informan di mana saja untuk mencari tanda-tanda perbedaan pendapat, dan hukuman untuk mitu sangat berat.

Pelanggar (dan terkadang beserta seluruh keluarga mereka) bisa dikirim ke kamp kerja paksa, dan banyak orang mati di sana.

Jadi apa pilihan terbaik?

Perlu adanya paduan antara tekanan dan dialog, kata Dr Nilsson-Wright.

Tekanan, menurutnya, dapat melibatkan berbagai kombinasi sanksi, menetapkan lagi Korut sebagai negara sponsor terorisme (setelah dihapus dari daftar itu pada tahun 2008), dan bekerja kerja sama secara erat dengan China untuk memberikan saksi yang brdampak nyata terhadap Korut.

Baca: Korut Tak Hiraukan AS dan China, Tembakkan Lagi Rudal Balistik

Insentif yang mungkin ditawarkan antara lain pengakuan diplomatik formal oleh AS atau perjanjian damai (kedua Korea masih dalam status perang hingga sekarang).

Kunci pendekatan ini adalah koordinasi antara AS, China, Korsel dan Jepang. Tapi ada masalah. Setelah sempat tampak hangat, hubungan antara pemerintahan Trump dan Beijing nampaknya mendingin. Juni lalu Presiden AS, Donald Trump, berkicau bahwa pendekatan China ke Korut “tidak membuahkan hasil”.

Hubungan antara Jepang, dengan Korsel dan China tetap rapuh terkait isu-isu sejarah. Beijing juga menentang keras pemasagan sistem pertahanan rudal THAAD di Korse.

Di Seoul, presiden baru Korsel yang berhaluan liberal Moon Jae-in harus menempuh garis keras untuk menyeimbangkan kepentingan para pemilihnya, sekutu militer terbesar dan negara tetangga yang kuat. Jadi ada berbagai kepeningan yang bisa dieksploitasi.

"Itulah sebabnya, Korut mendorongnya sekarang - mereka tahu bahwa ada jendela yang bisa dimanfaatkan," kata Dr Nilsson-Wright.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com