Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menlunya Dilarang Masuk, Presiden Erdogan Sebut Belanda "Nazi"

Kompas.com - 12/03/2017, 08:32 WIB

ISTANBUL, KOMPAS.com - Pemerintah Belanda mencabut izin mendarat untuk sebuah pesawat menteri luar negeri Turki Mevlut Cavusoglu di negeri itu.

Cavusoglu mengunjungi Belanda untuk hadir dalam sebuah aksi mendukung Presiden Recep Tayyip Erdogan di kota Rotterdam.

Sementara itu, kantor berita Belanda ANP mengabarkan, aksi unjuk rasa untuk mendukung Erdogan tak jadi digelar.

Sebelumnya, wali kota Rotterdam Ahmed Aboutaleb mengatakan, penggagas rencana itu sudah menarik surat izin menggelar unjuk rasa yang awalnya sudah dikirimkan ke pemerintah kota.

Sedangkan di Turki, gagalnya sang menlu mendarat di Belanda langsung dikecam Presiden Recep Tayyip Erdogan di hadapan ribuan pendukungnya di Istanbul.

"Anda bisa menghentikan pesawat menteri luar negeri kami sesuka kalian, kita lihat bagaimana pesawat-pesawat kalian saat datang ke Turki," ujar Erdogan.

"Mereka tak memahami politik atau diplomasi internasional, mereka adalah sisa-sisa Nazi, mereka adalah fasis," tambah Erdogan berapi-api.

Di ibu kota Ankara, ratusan orang berkumpul di dekat kedutaan besar Belanda, meski jalanan di sekitar bangunan itu sudah ditutup polisi.

Para pengunjuk rasa mengibarkan bendera Turki dan Ottoman, meneriakkan slogan-slogan anti-Belanda, dan melemparkan telur ke arah kantor kedutaan besar.

Pemerintah Turki juga mengamanan kantor konsulat Belanda, kediaman resmi duta besar, kepala kantor, dan konsulat jenderal Belanda.

Perdana menteri Belanda Mark Rutte menyebut istilah Nazi yang digunakan Erdogan untuk menyebut negaranya terlalu berlebihan.

"Saya paham mereka marah, tetapi ini semua sudah melampaui batas," ujar Rutte.

Juru bicara pemerintah Belanda mengatakan, langkah melarang menlu Turki mendarat di negeri itu adalah untuk mengurangi risiko gangguan keamanan dan ketertiban publik yang dipicu kedatanga Menlu Mevlut Cavusoglu.

Pemerintah Belanda dan Turki sedang mencari solusi yang terbaik, sebab Ankara mengabaikan adanya aturan terkait pengumpulan massa besar-besaran.

"Sebagian besar warga Belanda keturunan Turki diizinkan memberikan suara dalam referendum terkait perubahan konstitusi Turki," demikian pemerintah Belanda.

"Pemerintah Belanda tidak melarang adanya pengumpulan massa. Namun, hal ini tidak diizinkan jika bisa memicu ketegangan di tengah masyarakat," tambah pemerintah.

"Sehingga siapa saja yang ingin menggelar pengumpulan massa wajib untuk mengikuti instruksi pemerintah sehingga keamanan dan ketertiban publik bisa dijamin."

Sebelumnya pasa Sabtu (11/3/2017) malam, Menlu Cavusogu tiba di Metz, Perancis untuk ikut dalam aksi serupa.

"Saya berada di sini untuk bertemu dengan konsulat jenderal dan berkumpul dengan warga kami," kata Cavusoglu lewat akun Twitter-nya.

Pemerintah Perancis megatakan, unjuk rasa yang dihadiri Cavusoglu digelar pada Minggu (12/2/2017).

Pemerintah setempat mengizinkan warga keturunan Turki ikut dalam unjuk rasa itu kecuali mereka memicu ancaman terhadap ketertiban publik.

Ketegangan antara Belanda dan Turki ini terjadi beberapa hari setelah masalah serupa muncul dengan Jerman.

Kondisi ini membuat Cavusoglu mengulangi  ancaman bahwa negerinya akan membatalkan kesepakatan dengan Uni Eropa terutama terkait pembatasan jumlah pengungsi ke Eropa.

Pemerintah Turki pada 16 April akan menggelar referendum untuk mengubah konstitusi terkait wewenang Presiden Recep Tayyip Erdogan.

Para pendukung Erdogan mengincar suara lebih dari satu juta warga Turki yang tinggal di berbagai negara Eropa untuk memberikan dukungan.

Namun, sejauh ini sudah empat pemerintah lokal di Jerman, termasuk beberapa wilayah di Austria dan Swiss yang menolak memberi izin aksi unjuk rasa mendukung Erdogan ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com