Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Trump Minta Rusia untuk Berhenti Dukung Kekejaman Suriah

Kompas.com - 17/02/2020, 08:53 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

Sumber AFP,The Hill

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Presiden AS Donald Trump menyerukan kepada Rusia untuk menghentikan dukungan atas kekejaman yang dilakukan Suriah.

Pernyataan itu disampaikan Gedung Putih, dan diumumkan setelah Trump melakukan pembicaraan telepon dengan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan.

Dalam percakapan, kedua pemimpin menyoroti kekerasan yang tengah terjadi di Idlib, di tengah upaya pasukan Presiden Bashar al-Assad merebut benteng terakhir pemberontak.

Baca juga: Korban Pengeboman Idlib di Suriah: Semoga Tuhan Membalas Assad dan Rusia

Disokong kekuatan udara Rusia, pemerintah Suriah membombardir tak hanya Idlib. Namun juga area sekitar seperti Aleppo dan Latakia sejak Desember.

Kelompok pemantau Observasi HAM untuk Suriah menyatakan, untuk pertama kalinya sejak 2012, Damaskus menguasai desa hingga kota di seluruh Aleppo.

Namun, serangan yang dibantu Kremlin itu telah memicu gelombang pengungsian terbesar di Suriah sejak perang saudara berkecamuk pada 2011.

Menurut keterangan PBB dilansir AFP Senin (17/2/2020), 800.000 orang mengungsi dari kawasan yang dihantam Damaskus sejak Desember 2019.

"Presiden Trump menyampaikan keinginan AS agar Rusia berhenti mendukung kekejaman rezim Assad," ujar Wakil Sekretaris Pers Gedung Putih, Judd Deere.

Dalam konferensi pers dikutip The Hill, Deere menyampaikan presiden 73 tahun itu mengusulkan adanya solusi politik untuk mengakhiri konflik berdarah di Suriah.

"Beliau juga berterima kasih kepada Presiden Turki atas usaha yang dilakukannya untuk menghentikan bencana kemanusiaan," papar Deere.

Trump juga menyoroti usaha intervensi yang coba dilakukan negara asing di Libya hanya akan memperkeruh situasi di sana.

Libya berada dalam kekacauan sejak 2011, di mana koalisi yang didukung NATO menggelar agresi militer, dan membunuh sang pemimpin Moammar Kadhafi.

Sejak saat itu, dua faksi terkuat mencoba berebut kekuasaan. Satu adalah Pemerintahan Perjanjian Nasional (GNA) yang diakui PBB.

Sementara sisanya adalah Jenderal Libya Haftar yang dahulu merupakan komandan Kadhafi, di mana dia disokong oleh Mesir hingga Rusia.

Sementara Turki serta Qatar menyatakan dukungan terhadap pemerintahan GNA yang dikomandoi Perdana Menteri Fayez al-Sarraj.

Baca juga: Erdogan Ancam Suriah Bakal Membayar Mahal jika Tentaranya Diserang

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber AFP,The Hill
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com