Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bahas Serangan Suriah, PM Inggris Gelar Pertemuan Parlemen

Kompas.com - 16/04/2018, 11:56 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

Sumber Sky

LONDON, KOMPAS.com - Perdana Menteri Inggris Theresa May dilaporkan bakal mengumumkan pertemuan darurat parlemen.

Dilaporkan Sky News Senin (16/4/2018), pertemuan darurat itu diajukan menyusul kebijakan May untuk menyerang Suriah Jumat malam (13/4/2018) waktu setempat.

Dalam serangan itu, Inggris bersama sekutunya, Perancis dan Amerika Serikat (AS) membombardir tiga tempat yang diduga menjadi penyimpanan senjata kimia.

PM perempuan kedua setelah Margaret Thatcher dalam pernyataan yang disiapkan berkata, kebijakannya berpatokan kepada penyelidikan yang dilakukan Dewan Keamanan PBB.

Dalam keterangan itu, May menjelaskan kalau pemerintahan Presiden Bashar al-Assad bertanggung jawab atas penggunaan senjata kimia.

Baca juga : Diduga Terlibat Senjata Kimia Suriah, AS akan Jatuhkan Sanksi pada Rusia

"Kami yakin dengan penilaian kami bahwa Suriah berniat untuk terus menggunakan senjata kimia kepada rakyatnya," ujar May.

May melanjutkan, pemerintahannya tidak bisa terus berdiam diri melihat Assad terus memakai senjata kimia.

Apalagi, sekutu utama mereka Rusia, terus melakukan veto setiap kali muncul usulan untuk melakukan penyelidikan di DK PBB.

Karena itu, May mengatakan kalau kebijakan yang dilakukannya merupakan bentuk kepentingan nasional untuk mencegah beredarnya senjata kimia.

"Kami tidak bisa membiarkan penggunaan senjata kimia menjadi hal normal. Baik di Suriah, di Inggris, maupun di negara lainnya," tegas May.

Sky News memberitakan, menurut penuturan sumber internal, Ketua Partai Buruh Jeremy Corbyn menyindir pengumuman pertemuan tersebut.

Baca juga : Biaya Serangan Pertama AS ke Suriah Setara 30 Km Jalan Tol di Indonesia

Seharusnya, kata Corbyn, May meminta pendapat parlemen terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk menyerang Suriah.

"Corbyn berkata, keputusan May menggelar pertemuan darurat itu sangat aneh, terkesan ada kepanikan dan kelemahan di dalamnya," kata sumber tersebut.

Pemimpin oposisi itu juga dikabarkan berencana mengajukan adanya UU Wewenang Perang, yang berisi kewajiban perdana menteri berkonsultasi dahulu dengan parlemen sebelum menggelar serangan.

Selama ini, para perdana menteri tidak mempunyai kewajiban hukum untuk meminta pendapat parlemen jika berencana melakukan operasi militer.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com