KOLOMBO, KOMPAS.com - Ketegangan religius ditambah keputusan pemerintah yang melarang cadar dan penutup wajah sejak tragedi bom Paskah amat berpengaruh terhadap warga Muslim Sri Lanka.
Para perempuan Muslim Sri Lanka terpaksa melepas hijab, cadar atau abaya yang biasa mereka kenakan.
"Saya tidak lagi mengenakan abaya dan hijab beberapa hari belakangan ini karena berbagai komentar dan cara warga lain memandang saya," ujar seorang perempuan yang tak mau disebut identitasnya.
Baca juga: Pemerintah Sri Lanka Identifikasi 42 Warga Asing Korban Bom Paskah
"Saya akan mengenakan hijab kembali jika situasi sudah tenang dan warga mulai tidak terlalu paranoid," tambah dia.
"Sebenarnya hijab tidak dilarang, tetapi banyak orang melihat saya dengan curiga saat melihat saya mengenakan hijab," lanjut dia.
Mareena Thaha Refai, seorang pendakwah dan ketua sebuah organisasi perempuan, mengatakan, untuk saat ini lebih baik mengikuti larangan yang diterapkan pemerintah daripada memicu ketegangan antar-agama.
"Ini bukan saatnya memperdebatkan masalah hak. Lebih dari 250 orang tewas dan 500 orang lainnya luka. Turunkan emosi. Mari bicarakan masalah ini dengan tenang," ujar Mareena.
Mareena tidak melihat adanya alasan rasional larangan mengenakan hijab atau cadar yang diberlakukan pemerintah.
Sebab, tak satu pun pelaku bom bunuh diri itu menutup identitas mereka saat meledakkan gereja dan sejumlah hotel di Minggu Paskah lalu.
Sementara itu, Uskup Agung Kolombo Kardinal Malcolm Ranjith mengatakan, pihaknya tidak bisa mengambil posisi terkait larangan penggunaan cadar ini.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.