Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Biografi Tokoh Dunia: Pu Yi, Kaisar Terakhir China

Kompas.com - 17/10/2018, 22:52 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

Sumber wikipedia

KOMPAS.com - Pu Yi atau dipanggil Henry Puyi ataupun Puyi merupakan kaisar terakhir China yang berasal dari Dinasti Qing yang memerintah 1908 hingga 1912.

Setelah Revolusi Xinhai yang memaksanya turun tahta, penguasa yang juga dikenal sebagai Kaisar Xuantong itu diminta kembali menjadi kaisar dalam Restorasi Manchu.

Namun, setelah Jepang menginvasi Manchuria, mereka mendirikan negara boneka Manchukuo, dan mengangkat Pu Yi hingga berakhir Perang Sino-Jepang di 2 September 1945.

Dilansir dari berbagai sumber, berikut merupakan biografi dari penguasa ke-12 sekaligus terakhir dari Dinasti Qing.

Baca juga: Biografi Tokoh Dunia: Mao Zedong, Bapak Pendiri Republik Rakyat China

1. Masa Kecil dan Naik Tahta
Puyi lahir pada 7 Februari 1906 di Mansion Pangeran Chun Beijing dari pasangan Pangeran Chun dan Putri Guwalgiya.

Dia diketahui mempunyai tiga adik pria dan tujuh adik perempuan. 14 November 1908 sang paman, Kaisar Guangxu, meninggal dunia.

Kaisar pengganti Dowager Cixi, di saat terakhirnya, menyatakan Puyi bakal menjadi Kaisar China selanjutnya di saat usianya masih dua tahun dan 10 bulan.

Prosesi penjemputan Puyi dimulai sejak 14 November 1908. Rombongan kasim dan pengawal istana meninggalkan Kota Terlarang dan menuju Mansion Utara di mana keluarga Pangeran Chun tinggal.

Baca Juga: Menelusuri Jejak Pu Yi di Kota Terlarang

Puyi dinobatkan sebagai kaisar pada 2 Desember 1908 di Aula Harmoni Tertinggi. Penguasa muda itu digendong ayahnya menuju Tahta Naga.

Karena tidak bertemu ibunya selama tujuh tahun setelah dinobatkan, Puyi dibesarkan oleh pengasuhnya, Wen-Chao Wang.

Hidup sebagai penguasa Negeri "Panda" menjadi hal baru bagi Puyi. Sebabnya, dia dikelilingi orang dewasa yang mengenakan kowtow, dan berlutut setiap kali dia lewat.

Pada umur tujuh tahun, Puyi menjadi kejam. Dia sering menyiksa kasim dan menembakkan senjata ke orang yang tak disukai.

Meski begitu, sebagai anak kecil dia sangat menyukai pertunjukan boneka, dan bermanja-manja dengan pengasuhnya sebelum tidur.

Dia mendapat pendidikan Konfusius. Setiap hari, dia harus melaporkan hasil belajarnya kepada "ibunya". Yakni lima mantan selir yang dipimpin Dowager Longyu.

Dia membenci para "ibunya" itu karena mereka menjauhkannya dari ibu kandungnya Putri Guwalgiya. Dia terutama membenci Longyu yang telah mengusir Wen-Chao.

Baca Juga: Kota Terlarang yang Selalu Memesona

2. Diturunkan secara Paksa
Pada 10 Oktober 1911, garnisun di Wuhan melakukan pemberontakan sehingga menyebar ke seluruh kawasan Sungai Yangtze meminta Dinasti Qing turun.

Jenderal Yuan Shikai, perwira terkuat kekaisaran, dikirim oleh pengadilan untuk memadamkan Revolusi Xinhai. Tapi dia gagal.

Sebabnya, pada 1911 rakyat sudah malas membela Dinasti Qing dan berbalik melawannya karena menganggap dinasti itu telah kehilangan Mandat Surga.

Pangeran Chun bertindak sebagai Putra Mahkota hingga 6 Desember 1911. Setelah itu, Longyu mengambil alih kekuasaan karena revolusi yang makin meluas.

12 Februari 1912, Longyu menerbitkan Dekrit Kekaisaran Kaisar Xuantong, dan mengakhiri kekuasaan Dinasti Qing sejak 1644.

Melalui perantara Yuan Shikai yang menjadi perdana menteri, Puyi menandatangani Artikel Penanganan Kaisar Qing Setelah Turun Tahta di 26 Desember 1914.

Dikatakan bahwa pasca-pendirian Republik China, Puyi masih diizinkan untuk tinggal di Kota Terlarang sementara, sebelum pindah ke Istana Musim Panas.

Setiap tahun, dia bakal mendapat subsidi dari pemerintah republik sebesar 4 juta tael perak. Namun, subsidi itu nyatanya tak pernah dibayar.

Baca juga: Karyawan Museum Kota Terlarang Tusuk Dua Kawannya hingga Tewas

3. Upaya Restorasi yang Gagal dan Pengusiran
Di 1917, panglima kuat bernama Zhang Xun mencoba mengembalikan kembali kekaisaran dengan melaksanakan Restorasi Manchu.

Zhang memerintahkan pasukannya untuk mempertahankan que, atau gaya rambut Dinasti Qing, untuk memperlihatkan loyalitas kepada kaisar.

Usaha mereka terhenti setelah republik mengirim pesawat tempur yang menjatuhkan bom di Kota Terlarang, dan menyebabkan kerusakan kecil.

Kebijakan Beijing merupakan peristiwa pengeboman pertama di Asia Timur. Upaya tersebut gagal selain karena sikap oposisi, juga intervensi panglima lain, Duan Qirui.

Baca juga: Tersesat di Kota Terlarang, Turis Lansia Jalan Kaki Sejauh 100 Km

Selama di Kota Terlarang, perkenalan Puyi dengan negara asing adalah melalui seorang pria Inggris bernama Sir Reginald Johnston.

Tiba di Kota Terlarang pada 3 Maret 1919, Johnston mengenalkan Puyi tidak hanya negaranya, namun juga buku China dengan gaya penulisan baru.

Mendapat buku dan majalah itu menginspirasi Puyi yang mengguratkan tulisannya dalam sebuah puisi anonim dalam publikasi China Baru.

Johnston juga mengenalkan teknologi seperti sepeda, film, maupun telepon kepada kaisar terbuang itu, yang segera terpengaruh dengan budaya Barat.

Dia memotong gaya rambut que, dan mulai mengenakan pakaian ala Barat, serta meminta kasimnya untuk mulai memanggilnya Henry.

23 Oktober 1924, Panglima Feng Yuxiang mengambil alih Beijing dalam sebuah kudeta, dan mengumumkan pembatalan Artikel Penanganan Kaisar.

Keputusan itu tidak hanya menghapuskan segala hak khusus yang diterima Puyi. Namun juga membuatnya sebagai warga sipil, dan terusir dari Kota Terlarang.

Diusir dari istananya, Puyi sempat tinggal di rumah ayahnya selama beberapa hari sebelum menuju Kedutaan Besar Jepang di Beijing, dan tinggal di Tianjin pada 23 Februari 1925.

Baca juga: Memoar Kaisar Hirohito tentang Perang Dunia II Terjual Rp 3,7 Miliar

4. Menjadi Penguasa Boneka Manchukuo
September 1931, Puyi mengirim surat kepada Menteri Perang Jepang Jiro Minami. Menyatakan keinginannya untuk kembali menjadi kaisar.

Malam hari pada 18 September 1931, terjadi Insiden Mukden di mana pasukan Kwantung Jepang meledakkan jalur kereta milik Perusahaan Manchurian Selatan.

Kwantung menyalahkan insiden itu kepada Marsekal Zhang Xuellang, atau dipanggil "Marsekal Muda", di mana sang ayah "Marsekal Tua" dibunuh oleh Kwantung.

Menjadikan insiden itu sebagai pembenar, Kwantung menyerang Manchuria menggunakan artileri berat yang pernah dipakai menghancurkan barak Zhang di Mukden.

Baca juga: Rencana Konser Peringatan Mao Zedong Dibatalkan di Australia

Kenji Doihara, kepala mata-mata Kwantung, mengunjungi Puyi dan menawarkan jabatan sebagai Kepala Negara Manchurian.

24 Februari 1932, Puyi menerima jabatan sebagai Kepala Eksekutif Negara Boneka Manchukuo, dengan pelantikan resmi terjadi pada 1 Maret 1932.

Dia berkuasa dengan nama Datong. Puyi percaya Manchukuo merupakan awal dari impiannya untuk kembali meraih Tahta Naga dan menjadi Kaisar China.

Pada 1 Maret 1934, dia menjadi Kaisar Kangde untyk Manchukuo. Dia diawasi oleh staf senior Yoshioka Yasunori, yang bertindak sebagai Atase Kerajaan di Manchukuo.

Yasunori berindak sebagai mata-mata bagi Puyi, dan mengontrolnya dengan mengintimidasi dan menakutinya. Dikabarkan Puyi sempat mengalami beberapa percobaan pembunuhan.

Dia memerintah sebagai kaisar di Manchukuo hingga 15 Agustus 1945, atau saat berakhirnya Perang Sino-Jepang Kedua.

Baca juga: Kamar Pribadi Kaisar China dari Abad Ke-18 Dipamerkan di Yunani

5. Masa Akhir dan Kematian
Uni Soviet menduduki Manchuria setelah mengalahkan Tentara Kwantung. Kekalahan Jepang di Perang Dunia II berimbas kepada keputusan Puyi untuk melarikan diri ke Jepang.

Namun pada 16 Agustus 1945, dia ditangkap Pasukan Merah Soviet, dan di bawa ke kota Siberia, Chita, sebelum ke Khabarovsk.

Setelah Mao Zedong dan Partai Komunis China-nya mendirikan Republik Rakyat China di 1949. Negosiasi antara Soviet dan China membuahkan repatriasi Puyi.

Baca juga: Biografi Tokoh Dunia: Hirohito, Kaisar Terlama di Jepang

Di 1966, Mao membuat Revolusi Kebudayaan dan milisi muda Penjaga Merah melihat Puyi, yang dianggap simbol Kekaisaran China, sebagai target mudah.

Dia ditempatkan dalam perlindungan biro keamanan publik setempat. Meski fasilitasnya sebagai kaisar dihapus, dia tak dipermalukan secara umum.

Dia dianggap penjahat perang selama 10 tahun sebelum mendapat pengampunan di 1959. Puyi meninggal akibat kanker ginjal dan penyakit liver pada 17 Oktober 1967 dalam usia 61 tahun.

Sejak 1964 hingga kematiannya, Puyi sebagai editor departemen gambar Konferensi Konsultatif Politik Rakyat China dengan gaji 100 yuan per bulan.

Sesuai aturan pemerintah, jenazah Puyi dikremasi, dan abunya sempat ditempatkan di Pemakaman Revolusi Babaoshan.

Di 1995, atas permintaan permaisuri terakhirnya LI Shuxian, abu Puyi dipindahkan ke Pemakaman Kekaisaran Hualong.

Baca juga: Disimpan di Kotak Sepatu, Vas Kaisar China Ini Terjual Rp 264 Miliar

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com