KOMPAS.com - Ruhollah Khomeini merupakan seorang politisi sekaligus ulama Syiah yang menjadi pendiri Republik Islam Iran.
Dia memimpin Revolusi Iran di 1979 yang menggulingkan Shah (Raja) terakhir Iran, Mohammad Reza Pahlavi, dan mengakhiri 2.500 Kekaisaran Persia.
Dia menjabat sebagai Pemimpin Tertinggi Iran hingga meninggal di 1989, dan posisinya digantikan sebagai Ayatollah Ali Khamenei.
Dilansir dari berbagai sumber, berikut merupakan biografi dari tokoh yang mendapat penghargaaan dari majalah Amerika Serikat (AS) TIME.
Baca juga: Iran Tuding Arab Saudi dan UEA Biayai Serangan Parade Militer
Ruhollah Musavi Khomeini, yang berarti Roh Tuhan, lahir pada 24 September 1902 di Khomeyn, Provinsi Markazi. Pada usia lima bulan, ayah Khomeini, Seyyed Mostafa Hendi, terbunuh.
Di usia enam tahun, dia mempelajari Al Quran dan bahasa Persia. Dia dikenal sebagai anak yang bersemangat, kuat, dan bagus di olahraga.
Dia juga mempunyai ingatan bagus dalam memahami baik pelajaran agama maupun puisi, serta mendapat nilai bagus selama masa belajarnya di maktab lokal.
Karena prestasi Khamenei, oleh sang kakak Mortaza, dia dikirim ke sebuah seminari di Arak pada bimbingan Ayatollah Abdul Karim Haeri Yazdi di 1920.
Tahun berikutnya, Khomeini mengikuti Haeri Yazdi yang ditempatkan di kota Qom. Dia mempelajari hukum syariah dan ilmu fiqih.
Dia juga mempelajari Filsafat Yunani, di mana dia sangat terkesan dengan Aristotle yang disebutnya sebagai Bapak Logika dan Plato.
Selain menimba ilmu, dia juga mengajar sekolah Qom dan Najaf dengan fokus kepada filsafat politik, sejarah Islam, dan etika.
Baca juga: Parade Militernya Diserang, Militer Iran Bersumpah Balas Dendam
Selama menjadi guru, Khomeini selalu menekankan pengajarannya tentang pentingnya agama dalam isu-isu sosial dan politik, dan menentang sekulerisme.
Di 1962, dia menggalang ulama lainnya, dan memulai protes menentang rencana Shah memberlakukan pelantikan pejabat tanpa disumpah menggunakan Al Quran.
Di Januari 1963, Shah Pahlavi memulai program Revolusi Putih berisi reformasi tanah, privatisasi perusahaan negara, maupun pergantian sistem pemilihan umum.
Khomeini menggelar pertemuan dengan para pemimpin Qom, dan meyakinkan mereka melaksanakan boikot referendum kebijakan tersebut.
Di 22 Januari 1963, dia mendeklarasikan kecaman kepada Shah dan rencananya. Dua hari kemudian, Shah membalas dengan pidato yang menyerang para ulama.
Khomeini terus menggelorakan aksi melawan Shah Pahlavi. 3 Juni 1963, dalam pidatonya di berkata jika Pahlavi tak mengubah kebijakannya, rakyat Iran bakal senang melihatnya pergi.
Ucapannya itu membuatnya ditangkap pada 5 Juni 1964 di Qom, dan dibawa menuju ibu kota Teheran. Penangkapannya memunculkan gelombang protes dan kerusuhan.
Peristiwa yang dikenal sebagai Pergerakan 15 Khordad (sesuai kalender Hijriah), dan menelan korban tewas sekitar 400 orang. Khomeini baru dibebaskan di Agustus 1963.
26 Oktober 1964, Khomeini kembali mengkritik Pahlavi dan AS atas kebijakan "kapitulasi", atau pemberian imunitas diplomatik bagi militer AS yang masuk ke sana.
Dia ditangkap di November 1964, dan menjalani hukuman penjara selama enam bulan. Saat dibebaskan, dia dibawa ke hadapan Perdana Menteri Hasan Ali Mansur.
Sang PM mencoba meyakinkan Khomeini bahwa dia harus menyampaikan permintaan maaf, dan memintanya bergabung ke sisi pemerintah.
Ketika dia menolak, Mansur yang sangat marah menampar wajahnya. Dua bulan berselang, Mansur dibunuh tatkala berjalan menuju gedung parlemen.
Baca juga: Pemimpin Tertinggi Iran: Kami Siap Tinggalkan Kesepakatan Nuklir
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.