Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah dari Mosul: Kisah tentang Ketakutan, Siksaan, dan Kematian

Kompas.com - 09/06/2017, 15:16 WIB

Disiksa habis-habisan

Tamarra (25), lulusan sastra Inggris, mengatakan, “Ayah saya bekerja untuk intelijen Irak dan dalam dua tahun terakhir hidupnya dihabiskan sepenuhnya untuk perang psikologis dengan ISIS.”

Saat mereka tidak meninggalkan Mosul, mereka mulai bersembunyi di dalam kota. “Ayah saya ditangkap dalam sembilan kesempatan terpisah.”

Baca: ISIS Eksekusi 284 Pria dan Anak di Mosul

Saat pertama kali mereka membawanya pergi selama tiga hari, rasanya seperti tiga tahun.

Ia diberitahu oleh seorang hakim bahwa ia akan dihadapkan kepada seorang 'hakim darah' (seorang algojo), tapi mereka menghukumnya dengan cara menyiksanya habis-habisan dan kemudian membebaskannya.

“Kami sangat senang pada akhirnya ia dilepaskan. Semua sudah selesai, ayah saya kembali berada di tengah-tengah kami,” kata Tamarra.

Tapi mereka (militan ISIS) kembali lagi dalam beberapa hari, dan kekecewaan kembali menggelayuti keluarga Tamarra seperti saat sebelumnya ayahnya dibawa selama tiga hari .

“Saat itu, kami semua menunjukkan tanda-tanda depresi. Rumah kami dijarah oleh ISIS dan kemudian dibom oleh serangan udara koalisi internasional. Kami harus pindah ke lantai atas rumah tetangga paman saya,” tuturnya.

Beberapa hari kemudian bel pintu berbunyi lagi, dan “ketika sepupu saya Ahmed membuka pintu, para militan ISIS mencengkramnya dan menanyakan keberadaan ayah saya.”

Ahmed mengatakan kepada mereka bahwa ayah Tamarra tidak ada di sana, tapi mereka memukulinya dan menaiki tangga ke tempat kami berada.

“Mereka menghempaskan ayah saya ke tanah. Seorang perempuan polisi agama mengumpat kami, bahkan menyumpahi nenek saya yang duduk di kursi rodanya.”

Baca: PBB: ISIS Bunuh 163 Warga Mosul yang Hendak Meninggalkan Kota

“Salah satu perempuan dari polisi agama ini benar-benar kasar terhadap nenek saya. Ia menggeledah nenek saya dan meninggalkannya dalam keadaan tanpa pakaian. Lalu mereka membawa ayah saya.”

“Sudah berbulan-bulan saya tak melihatnya. Saya menangis sampai air mata saya mengering.

Hari di mana ayah saya sangat rindukan telah terjadi. Kami telah terbebas dari kendali ISIS, tapi ia tidak ada di sana untuk menyaksikannya.”

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com