Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah dari Mosul: Kisah tentang Ketakutan, Siksaan, dan Kematian

Kompas.com - 09/06/2017, 15:16 WIB

Gadis cilik disiksa sampai mati

Setelah cukup lama berdebat, para pejuang ISIS itu memutuskan untuk menghukum gadis cilik itu dengan cara digigit atau dicubit wajahnya atau tangannya oleh para perempuan Hisba (sebutan untuk polisi agama), atau monster "Godba" untuk lebih tepatnya.

Sang ibu yang ketakutan, memohon mereka untuk menghukum dirinya, bukan putrinya yang masih anak-anak, namun anggota militan tidak memberikannya kesempatan untuk berdiskusi.

Gadis cilik itu kemudian dihukum di depan ibunya yang menjerit-jerit. Monster-monster itu dengan agresifnya memukuli dan mencubitnya berulang kali.

Anak itu menjerit sampai dia jatuh pingsan dan jantungnya berhenti berdetak.

Ibunya yang meratap, tak sadarkan diri saat melihat anaknya meninggal di depannya.

Baca: 100.000 Anak Terjebak Perang di Mosul, 700.000 Orang Melarikan Diri

Seluruh warga di lingkungan itu pun menjadi takut kejadian itu menimpa anak-anaknya setelah peristiwa yang terjadi hari itu.

Reem (27), warga lingkungan Al-hadbaa, mengisahkan, “Ayah saya sangat memperhatikan pertumbuhan kami, dan selama dua setengah tahun di bawah aturan ISIS, dia mengkhawatirkan keberadaan kami, jadi hampir setiap waktu kami berkumpul di rumah.”

Seperti di penjara

“Rasanya seperti tinggal di penjara selama ini, dan kami sangat jarang melakukan kegiatan di luar.

Suatu ketika, saya sedang berjalan kaki di jalanan, dan karena wajah kami harus terus ditutupi kain hitam, saya selalu tersandung saat berjalan,” katanya.

Waktu itu para pejuang ISIS melihat Reem dan mulai membuntutinya. “Saya lalu berlari lebih cepat dan berkali-kali saya tersandung- seperti seorang narapidana yang melarikan diri dari hukuman mati.”

Reem akhirnya berhasil sampai di rumah hari itu, namun rasa takut tetap tak beranjak.

“Saya terus-menerus dihantui mimpi buruk diikuti oleh orang-orang itu, dan saya terbangun dengan sangat ketakutan dan kelelahan.”

Bahkan setelah kota ini lepas dari kendali kelompok milisi itu, Reem masih mengalami mimpi buruk itu.

Hidup di bawah kendali ISIS terasa hampa dan membosankan, karena kami harus diam di rumah. “Mereka menutup perguruan tinggi kami dan menulis pengumuman di pintu depan yang berbunyi, ‘Kerajaan perempuan adalah rumahnya’.”

Seorang perempuan yang tidak disebutkan namanya mengungkapkan, sekolah-sekolah, universitas dan pendidikan umumnya merupakan pecundang besar dari di balik kelamnya aturan yang diterapkan ISIS.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com