Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Usai Kemenangan dalam Referendum, Pekerjaan Berat Menanti Erdogan

Kompas.com - 17/04/2017, 07:11 WIB

Apalagi, menjelang digelarnya referendum hubungan Turki dan beberapa negara Uni Eropa, khususnya Jerman dan Belanda, memburuk.

Situasi itu semakin diperparah dengan berbagai komentar keras Presiden Recep Tayyip Erdogan  terhadap blok ekonomi Eropa itu.

"Eropa adalah benua yang sedang membusuk, tak lagi menjadi pusat demokrasi, hak asasi manusia, dan kebebasan. Hanya ada represi, kekerasan, dan Nazisme," kata Erdogan pekan lalu.

Meski terus menghujani Uni Eropa dengan kecaman, hasrat Turki bergabung dengan pakta ekonomi itu belum surut.

Baca: Referendum Turki Dimenangkan Erdogan, Oposisi Berniat Protes

Bahkan Erdogan menegaskan, upaya Turki untuk bergabung degan Uni Eropa akan dilanjutkan setelah referendum digelar.

Sejumlah analis menilai, retorika Erdogan terhadap Uni Eropa hanyalah cara dia untuk memastikan pendukungnya memilih "ya" dalam referendum.

"Hubungan Turki-Uni Eropa tak pernah berjalan mulus, tetapi kondisi terakhir memperburuk hubungan itu," kata Jean Marcou, guru besar di Universitas Sains Po di Grenoble, Perancis.

"Kita tak akan pernah yakin apakah hubungan Turki-Uni Eropa akan bertahan hingga beberapa bulan ke depan," tambah Marcou.

Atribusi Nazi  yang digunakan Erdogan sebagai bentuk kecaman terhadap Uni Eropa bahkan dianggap sebagai salah satu sinyal menjauhnya Ankara dari Brussels.

"Istilah itu (Nazi) terlalu berlebihan, karena membuka luka lama adalah hal yang paling buruk yang bisa Anda lakukan di Eropa," ujar Marc Pierini, mantan dubes Uni Eropa untuk Ankara.

"Turki sudah membakar jembatan itu, ketika mereka menyinggung masalah personal," tambah Pierini yang kini menjadi analis lembaga riset Carnegie Europe di Brussels.

Turki dan Uni Eropa saling membutuhkan

Kenyataannya, meski hubungan tak selalu mesra, Uni Eropa dan Turki suka atau tidak saling bergantung satu sama lain.

Uni Eropa membutuhkan Turki sebagai negara penyangga dari kawasan penuh konflik, Timur Tengah.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com