WASHINGTON DC, KOMPAS.com — Presiden AS Donald Trump memicu sebuah masalah diplomatik baru, kali ini dengan Australia.
Masalah itu muncul setelah Trump menyebut kebijakan AS terkait masalah pengungsi dengan Australia adalah sebuah keputusan bodoh.
Pernyataan ini muncul beberapa hari setelah Trump menggelar pembicaraan telepon yang panas dengan PM Australia, Malcolm Turnbull.
Dalam pembicaraan telepon yang terjadi pada Sabtu (28/1/2017), Trump mengatakan, dia sudah berbicara dengan empat kepala negara.
"Ini adalah pembicaraan terburuk," ujar Trump kepada Turnbull.
Trump, yang mengecam kebijakan Australia terkait pengungsi, menyudahi pembicaraan itu setelah 25 menit. Padahal, pembicaraan itu dijadwalkan berlangsung selama satu jam.
Pembicaraan telepon itu jauh lebih singkat ketimbang saat berbicara dengan PM Shinzo Abe dari Jepang, Kanselir Angela Merkel, Presiden Francois Hollande atau Presiden Vladimir Putin.
Namun, Pemerintah Australia membantah pembicaraan Trump dan Turnbull memanas dan menyebut pembicaraan kedua pemimpin itu sangat hangat meski mengakui lebih pendek dari yang diperkirakan.
Dalam pembicaraan itu, Turnbull hendak menanyakan apakah Trump akan melanjutkan kesepakatan yang diteken pemerintahan Barack Obama yang menyatakan AS akan menerima 1.250 pengungsi yang kini berada di kamp-kamp penampungan di Australia.
"Ini adalah kesepakatan terburuk yang pernah dibuat," ujar Trump seperti dikutip harian The Washington Post.
Trump juga mengatakan bahwa kesepakatan itu akan membuatnya terbunuh secara politis dan menuduh Australia hendak mengekspor pengebom Boston yang baru.
Pekan lalu, Trump mengeluarkan perintah eksekutif yang menunda untuk sementara penerimaan pengungsi.
Terkait dengan kesepakatan dengan Australia, Trump sudah meluapkan kekecewaannya lewat akun Twitter resminya.
"Anda percaya ini? Pemerintahan Obama akan menerima ribuan pengungsi dari Australia. Mengapa? Saya akan mempelajari kesepakatan bodoh ini," kata Trump.
Australia adalah salah satu sekutu paling dekat bagi AS. Kedua negara saling berbagi informasi intelijen dan bahu-membahu di sejumlah perang, termasuk Irak dan Afganistan.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.