Pengumuman wilayah federal oleh kaum Kurdi itu, tentu mendahului hasil perundingan di Geneva, Swiss, antara pemerintah Suriah dan kubu oposisi. Dua kubu ini masih terlibat polemik soal nasib Assad dan format pemerintahan transisi.
Kubu pemerintah maupun oposisi segera menolak deklarasi wilayah federal oleh kaum Kurdi itu.
Kementerian luar negeri Suriah di Damaskus memberi peringatan keras kepada siapa pun, termasuk mereka yang bertemu di Rmeilan, yang mengancam kesatuan dan persatuan tanah dan rakyat Suriah.
Kubu oposisi dari koalisi nasional Suriah juga menyatakan, tidak ada tempat bagi agenda atau proyek yang mendahului kehendak rakyat Suriah.
Salah seorang petinggi PYD, Ibrahim Muslim seperti dikutip harian Al Quds al Arabi menimpali dengan mengatakan, keputusan kaum Kurdi mendeklarasikan wilayah federal saat ini sebagai reaksi atas tidak dilibatkannya kaum Kurdi dalam forum perundingan di Geneva saat ini.
Sebuah realita
Terlepas dari polemik soal isu wilayah federal itu, adalah wilayah otonomi Kurdi di Suriah merupakan sebuah realita. Kaum Kurdi kini merasa memiliki kekuatan politik dan militer untuk mempertahankan wilayah federalnya itu.
Satuan Unit Perlindungan Rakyat (YPG) dan relawan wanita Kurdi yang merupakan sayap militer PYD, kini memiliki lebih dari 50.000 anggota bersenjata.
Kaum Kurdi di Suriah juga merasa mendapat dukungan politik dan bahkan militer dari Rusia maupun AS saat ini, karena dianggap berjasa ikut memerangi NIIS.
Tantangan terbesar kaum Kurdi Suriah adalah regional, khususnya Turki dan Iran, yang menolak keras berdirinya wilayah federal Suriah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.