Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPR AS Resmi Kirim Artikel Pemakzulan Trump kepada Senat

Kompas.com - 16/01/2020, 11:23 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

Sumber AFP

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - DPR AS akhirnya resmi mengirim artikel pemakzulan Presiden Donald Trump kepada Senat pada Rabu (15/1/2020).

Presiden 73 tahun itu dimakzulkan pada Desember lalu atas tuduhan penyalahgunaan kekuasaan, serta upaya menghalangi penyelidikan Kongres.

Pemimpin Mayoritas Senat Mitch McConnell mengumumkan bahwa artikel pemakzulan itu bakal dibacakan pada Kamis siang (16/1/2020).

Baca juga: Kirim Artikel Pemakzulan Trump ke Senat, DPR AS Bakal Gelar Voting

Sebelumnya seperti diberitakan AFP, Hakim Ketua Mahkamah Agung AS John Roberts bakal disumpah untuk menjadi penengah dalam sidang.

Kemudian pada hari yang sama, 100 senator bakal menjalani pengambilan sumpah, dengan sidang secara resmi dimulai Selasa pekan depan (21/1/2020).

"Ini adalah saat sulit bagi negara. Namun inilah momen di mana para pendiri bangsa mendirikan Senat," jelas McConnell.

Politisi dari Partai Republik itu mengatakan, dia yakin Senat bakal melayani kepentingan konstitusi AS secara sepatutnya.

Dua artikel pemakzulan Trump itu dimasukkan dalam map biru, dan dibawa oleh tujuh politisi Demokrat yang ditunjuk menjadi manajer DPR AS.

Baca juga: Ketua DPR AS Bungkam Politisi Demokrat yang Rayakan Pemakzulan Donald Trump

Para manajer inilah yang nantinya bakal memperjuangkan tuduhan mereka di hadapan Senat pada pekan depan.

"Begitu sedih, begitu tragis bahwa tindakan yang dilakukan presiden kita telah membawa kami ke tempat ini," kata Ketua DPR, Nancy Pelosi.

Dia merujuk kepada upaya Trump untuk melecehkan keamanan nasional, melanggar sumpah jabatannya, dan menghancurkan keamanan pemilihan AS.

"Presiden bakal disidang secara adil. Tidak ada orang yang berhak berada di atas hukum," tegas petinggi Partai Demokrat itu.

Trump dituduh sengaja menahan bantuan militer kepada Ukraina antara Juli sampai September sebesar 391 juta dollar AS, atau Rp 5,3 triliun.

Bantuan itu sengaja dibekukan agar dia bisa menekan Kiev guna menyelidiki mantan Wakil Presiden Joe Biden, calon penantangnya di Pilpres AS 2020.

Baca juga: Presiden Donald Trump Resmi Dimakzulkan di Level DPR AS

Presiden 73 tahun itu juga dituding menghalangi upaya penyelidikan dengan menahan dokumen maupun saksi yang diperlukan Kongres.

"Presiden Trump mengedepankan kehendak pribadinya dari pada nasional. Jika tak dihentikan, dia bisa mengulanginya lagi," kata Adam Schiff, ketua tim manajer.

Pelosi sempat menahan dokumen pemakzulan karena berusaha menekan McConnell agar bersedia mengeluarkan saksi dan dokumen Gedung Putih.

McConnell jelas menolak. Sekutu sang presiden tersebut isu itu hanya bisa dibahas setelah sidang perdana berisi pemaparan materi dakwaan.

Agar proses pemakzulan bisa lolos, dibutuhkan setidaknya dua per tiga dukungan dari anggota Senat yang berjumlah 100 orang.

Karena Demokrat merupakan minoritas dengan 45 orang, mereka butuh setidaknya 20 orang Republik untuk membelot, dan dukungan dari dua senator independen.

Namun, mengingat Republik merupakan sekutu Trump, sangat mungkin dia bisa melenggang bebas dari Capitol Hill.

"Dimulai lagi. Pekerjaan tipuan dari Demokrat yang tidak bisa apa-apa," sindir Trump dalam kicauannya di Twitter.

Adapun Trump menjadi presiden ketiga yang dimakzulkan, setelah Andrew Johnson (1868) dan Bill Clinton (1998).

Baca juga: Presiden Donald Trump Dimakzulkan, Putin Berkomentar

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com