HONG KONG, KOMPAS.com - Puluhan ribu warga Hong Kong kembali turun ke jalan untuk menggelar aksi unjuk rasa menentang UU Ekstradisi, Rabu (12/6/2019).
Aksi unjuk rasa tersebut melumpuhkan kawasan pusat Hong Kong dengan massa yang berkumpul dan menghalangi ruas-ruas jalan utama.
Para demonstran yang kebanyakan adalah kaum muda dan mahasiswa, mayoritas berpakaian hitam, mulai mengepung kantor-kantor pemerintah dan mengganggu arus lalu lintas.
Sejak Selasa (11/6/2019) malam, petugas polisi telah berjaga di sekitar kantor pemerintahan dan melakukan penggeledahan terhadap para pemuda yang memasuki kawasan itu.
Lebih dari 100 bisnis di Hong Kong mengatakan mereka akan menutup usaha selama hari Rabu sebagai bentuk solidaritas terhadap para pengunjuk rasa.
Baca juga: Ramai Aksi Unjuk Rasa di Hong Kong, KJRI Beri Imbauan untuk WNI
Sementara serikat mahasiswa utama kota Hong Kong telah mengumumkan pemboikotan kelas untuk ikut dalam unjuk rasa.
Sederet serikat pekerja lainnya, mulai dari sektor transportasi, pekerja sosial, hingga pengajar turut serta dan menyerukan dukungan untuk mendorong anggotanya hadir dalam aksi massa.
Sementara serikat pengemudi bus mengajak anggotanya untuk mengemudikan kendaraan mereka dengan lebih lambat guna mendukung aksi protes.
"Pemerintah telah memaksa warga untuk meningkatkan tindakan perlawanan mereka. Saya pikir tidak bisa dihindari jika aksi kali ini akan lebih panas," ujar salah seorang peserta unjuk rasa, Ka Chun (21).
Dengan aksi massa yang terus meluas, para pejabat di Dewan Legislatif akhirnya memutuskan untuk menunda sesi pembacaan kedua RUU Ekstradisi yang semula dijadwalkan untuk digelar Rabu (12/6/2019), dengan pemungutan suara final diharapkan dapat dilaksanakan pada 20 Juni mendatang.
Presiden Dewan Legislatif mengumumkan pertemuan akan dijadwalkan kembali di kemudian hari.
Sementara Wakil Pemimpin Eksekutif Matthew Cheung, meminta kepada para pengunjuk rasa untuk membuka pemblokiran di ruas-ruas jalan utama dan segera menarik diri.
"Saya juga mendesak warga yang telah berkumpul untuk mengundurkan diri sesegera mungkin, membubarkan diri secara damai dan tidak melakukan tindakan yang melanggar hukum," ujarnya dalam sebuah pesan video, Rabu (12/6/2019).
Baca juga: Meski Ditentang Warga, Undang-Undang Ekstradisi Dipastikan Jalan Terus
Pemerintah Hong Kong mendorong rancangan undang-undang tersebut melalui legislatif yang akan memungkinkan dilakukannya ekstradisi ke yurisdiksi mana pun yang belum memiliki perjanjian, termasuk China daratan.
Usulan itu memicu protes dan melahirkan oposisi yang menyatukan seluruh bagian kota dengan para penentang khawatir jika undang-undang itu akan melibatkan orang-orang dalam sistem peradilan yang buram dan terpolitisasi di China.
Hong Kong memiliki perjanjian ekstradisi dengan 20 negara, termasuk Amerika Serikat dan Inggris, namun tak ada perjanjian serupa dengan China daratan, meski perundingan ekstradisi dengan Beijing sudah dilakukan dalam dua dasawarsa terakhir.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.