Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Algojo Kelelahan Jalankan Eksekusi, Terpidana Mati Ini Lolos dari Maut

Kompas.com - 21/02/2019, 13:13 WIB
Ervan Hardoko

Penulis

Sumber BBC

LILONGWE, KOMPAS.com — Sebagai terpidana mati di Malawi, Afrika, Byson Kaula nyaris dieksekusi sebanyak tiga kali.

Namun, setiap kali gilirannya tiba, sang algojo berhenti melakukan pekerjaannya  menggantung semua terpidana mati yang ada di dalam daftarnya.

Alhasil, Byson selamat hingga negeri di wilayah tenggara Afrika itu menghapuskan hukuman mati.

Baca juga: Cari Algojo Hukuman Gantung, Sri Lanka Pasang Iklan Lowongan

Byson mengatakan, tetangganya yang iri menjadi penyebab dirinya dinyatakan bersalah dalam kasus pembunuhan.

Peristiwa itu terjadi pada 1992 dan kala itu undang-undang Malawi menjatuhkan hukuman mati bagi pelaku pembunuhan.

Dibesarkan di sebuah desa kecil di wilayah selatan Malawi, Byson kemudian pergi ke Johannesburg, Afrika Selatan, untuk bekerja di industri gas.

Setelah mendapatkan cukup uang, dia pulang kampung dan membeli tanah. Dia kemudian mempekerjakan lima orang untuk menanam buah-buahan, gandung, jagung, dan singkong.

"Saat itulah, masa-masa suram dimulai," ujar Byson.

Beberapa tetangga, kata Byson, menyerang salah satu karyawannya hingga dia terluka parah.

Akibatnnya, karyawan itu tak bisa berjalan tanpa bantuan. Saat Byson membantunya untuk pergi ke toilet, dia terpeleset karena tanah licin setelah diguyur hujan.

Saat jatuh, tubuh Byson menimpa karyawannya itu dan pria tersebut meninggal dunia di rumah sakit. Byson yang berusia 40-an saat itu kemudian didakwa melakukan pembunuhan.

Di pengadilan, beberapa tetangga Byson menjadi saksi yang memberatkan.

Sang ibu, Lucy, duduk di kursi belakang di dalam ruang sidang. Dia tak kuasa mendengar hakim membacakan vonis dan terpaksa bertanya soal hasil pengadilan.

Baca juga: Tidak Ada Algojo, 81 Terpidana Mati di Zimbabwe Belum Dieksekusi

"Saat saya diberi tahu dia dijatuhi hukuman mati, air mata saya jatuh," ujar Lucy.

Peristiwa ini terjadi menjelang masa akhir pemerintahan totaliter Hastings Banda yang menguasai negeri itu sejak 1964.

Byson dan ibunya, Lucy.BBC Byson dan ibunya, Lucy.
Byson masih bisa mengingat dengan jelas bagaimana horor yang dia rasakan saat menunggu giliran menghadapi apa yang dia sebut sebagai "mesin pembunuh".

"Saat saya diberi tahu untuk pergi ke bagian terpidana mati menunggu giliran digantung, saya merasa sudah mati," kenang Byson.

Saat itu, hanya ada satu orang algojo di Malawi. Dia adalah warga Afrika Selatan yang bepergian ke beberapa negara Afrika untuk menggantung terpidana mati.

Baca juga: 50 Orang Melamar Jadi Algojo Hukuman Gantung di Zimbabwe

Dia tiba di Malawi hanya sekali setiap beberapa bulan. Dan, para terpidana mati tahu jadwal kedatangan sang algojo.

Jika kabar kedatangan sang algojo tersiar, bagi para terpidana mati ini waktu mereka sudah habis.

Satu hari, Byson mengenang, namanya ada di dalam daftar 21 orang yang akan digantung dalam beberapa jam.

Seorang penjaga mengatakan, eksekusi akan dimulai pukul 13.00 dan dia hanya menyuruh agar Byson mulai berdoa.

Pukul 13.00 eksekusi dimulai dan berlangsung terus selama dua jam saat sang algojo berhenti bekerja meski belum semua terpidana mati dieksekusi.

Tiga terpidana mati, termasuk Byson, untuk sementara selamat dan harus menunggu hingga kedatangan sang algojo beberapa bulan mendatang.

"Dia adalah satu-satunya yang bisa mengoperasikan mesin itu. Dan hari itu, dia mengatakan, sudah terlalu banyak hari ini. Saya akan datang bulan depan," kata Byson.

Uniknya, kejadian sama berulang dua kali lagi. Sang algojo lagi-lagi berhenti bekerja sebelum seluruh terpidana mati dieksekusi.

"Di kesempatan ketiga, semua terpidana dieksekusi kecuali saya," ujar Byson.

Byson memang amat beruntung, tetapi pengalaman itu membuatnya depresi dan nyaris bunuh diri dua kali.

Dan, dua kali pula Byson selamat dari percobaan bunuh dirinya itu.

Setelah situasi politik di Malawi berubah dan sistem multipartai diberlakukan pada 1994, semua eksekusi hukuman mati ditunda.

Vonis hukuman mati di Malawi memang masih diberikan, bahkan hingga hari ini. Namun, tak ada presiden yang meneken perintah eksekusi selama 25 tahun terakhir.

Para terpidana mati biasanya menunggu bertahun-tahun atau hukuman mereka diubah menjadi penjara seumur hidup.

Saat itu, Byson dipindahkan dari bagian khusus terpidana mati di LP Zomba ke bangsal umum penjara itu.

Baca juga: Potong Mayat Pakai Gergaji, 2 Penjual Tisu Akan Jalani Hukuman Gantung

Nampaknya, Byson harus menghabiskan hidupnya di sana. Dia kemudian melibatkan diri dalam program pendidikan di penjara, baik belajar maupun mengajar.

Di dalam hatinya, Byson sudah tak berharap bisa bebas dan pulang ke kediamannya.

Lalu pada 2007, nyaris seperempat abad sejak Byson dipenjara, sebuah kasus historis mengubah semuanya.

Seorang pengguna narkoba yang mengaku membunuh anak tirinya tetapi menyatakan saat itu dia mengalami kegilaan sesaat, melakukan langkah hukum.

Dia menggugat hukuman mati yang pasti dijatuhkan untuk semua pelaku pembunuhan. Pria itu menyatakan aturan tersebut membuatnya tak bisa mendapatkan proses sidang yang adil.

Baca juga: Pelaku Mutilasi terhadap 11 Perempuan Jalani Eksekusi Hukuman Mati

Dia juga mengatakan, aturan hukuman mati itu membuat dia kehilangan hak untuk melindungi diri dari perlakuan tak manusiawi dan merendahkan, yang keduanya dijamin konstitusi Malawi.

Dan pengadilan setuju dengan argumen pria itu. Sejak saat itu, setiap terdakwa kasus pembunuhan akan mendapatkan hukuman yang berbeda.

Keputusan pengadilan ini berarti semua hukuman mati untuk kasus pembunuhan harus dievaluasi.

Hampir 170 terpidana layak mendapatkan perubahan hukuman dan 39 orang dibebaskan.

Menurut lembaga amal Reprieve, sebagian besar terpidana mati itu mengalami masalah mental dan intelektual.

Lebih dari separuh terpidana yang menjalani persidangan ulang sama sekali tak memiliki catatan kejahatan dan tak jelas mengapa mereka bisa menghuni penjara.

Saat para pengacara mengatakan ingin membawa Byson untuk menjalani sidang ulang, dia menolak karena trauma dengan pengalaman lamanya.

Baca juga: Sudah 50 Tahun Bekas Petinju Jepang Menanti Eksekusi Hukuman Mati

Namun, akhirnya dia bersedia menjalani sidang. Dan saat hakim membebaskannya, Byson hanya bisa tertegun.

"Sipir penjara mengatakan, saya bisa meninggalkan kotak terdakwa. Tapi saya tak bisa berdiri. Saya merasa bergetar, seluruh tubuh terasa lemas. Saya seperti bermimpi. Saya tak percaya apa yang saya dengar," katanya.

Peristiwa ini tak hanya mengubah hidup Byson, tapi juga hidup sang ibu, Lucy.

Lucy yang tiap tahun selalu menengok Byson setiap hari selama dia dipenjara merasa amat berbahagia.

Dia menyisihkan uang yang didapat dari setahun bekerja di perkebunan kapas untuk ongkos ke LP Zomba.

Baca juga: Kata-kata Terakhir Terpidana Mati Populer di AS Sebelum Dieksekusi...

Setiap kali berkunjung, Lucy selalu membawa oleh-oleh sebanyak yang dia bisa bawa untuk putranya itu.

Di hari saat Byson divonis bebas, Lucy tak berada di pengadilan, tetapi adik Byson berada di sana.

Saat adik Byson menelepon Lucy untuk memberikan kabar gembira itu, perempuan tua tersebut sempat tak memercayainya.

"Lalu saya kemudian melompat-lompat layaknya seekor anak domba. Hati saya dipenuhi kebahagiaan," kenang Lucy.

Setelah bebas, Byson dibawa ke sebuah pusat pelatihan untuk mempelajari berbagai hal baru  dan menjalani transisi ke kehidupan normal.

Sudah berusia 60-an, dia adalah orang paling tua yang pernah berada di pusat pelatihan itu.

Kini Byson selalu kembali ke pusat pelatihan itu di akhir pekan sebagai relawan. Dia bekerja membantu para mantan narapidana yang pernah mengalami hal serupa dengannya.

Tanah yang dulu dibeli Byson kini sudah ditumbuhi tanaman liar. Istrinya sudah lama meninggal dan keenam anaknya yang sudah dewasa sudah pindah ke daerah lain.

Dia kini tinggal sendirian dan merawat sang ibu yang berusia 80-an.

Baca juga: Setelah Menanti 30 Tahun, Terpidana Mati Pembunuh Polisi Dieksekusi

"Saat saya dipenjara, yang selalu saya khawatirkan adalah ibu. Sebagai anak sulung, saya akan melakukan apa pun untuk dia," ujar Byson.

"Kini saya sudah kembali. Saya tak akan biarkan dia bekerja keras. Saya akan meminta orang lain bekerja untuk ibu. Dia tak boleh ke ladang, saya yang akan melakukannya," ujar Byson.  

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com