Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keputusan Irak Mengkriminalisasi Hubungan Sesama Jenis Menuai Kritik

Kompas.com - 30/04/2024, 11:20 WIB
Paramita Amaranggana,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

ISU seputar LGBT (lesbian, gay, bisexual, and transgender) sampai saat ini masih jadi topik tabu di beberapa negara. Di negara-negara yang cenderung progresif dan liberal, pembahasan tentang LGBT sudah menjadi hal biasa. Namun di negara-negara yang konservatif, pembahasan seperti itu dianggap asing dan tidak bermoral.

Our World in Data menyatakan bahwa terdapat 60 negara di dunia yang mengkriminalisasi aktivitas sesama jenis. Di sisi lain, terdapat 130 negara yang melegalkan hal itu.

Di Irak yang konservatif, LGBT merupakan topik tabu. Di negara itu,  warga yang mengidentifikasi diri sebagai penyuka sesama jenis atau transgender menjadi target persekusi.

Beberapa tahun terakhir, partai-partai besar di Irak telah meningkatkan kritik terhadap hak-hak LGBT. Kritik seringkali melibatkan pembakaran bendera pelangi, lambang komunitas LGBT.

Baca juga: Hubungan Sesama Jenis di Irak Dapat Dihukum 15 Tahun Penjara

Selama ini, belum ada undang-undang tertulis yang secara eksplisit mengatur soal LGBT. Namun parlemen Irak baru saja meloloskan undang-undang yang akan membuat pelaku hubungan sesama jenis dapat dihukum 10 sampai  15 tahun penjara.

Tidak hanya hubungan sesama jenis, undang-undang itu juga akan mengkriminalisasi transgender atau “perubahan jenis kelamin biologis berdasarkan keinginan dan kecenderungan pribadi. Melalui undang-undang itu, orang-orang transgender dapat dipenjara sampai tiga tahun berdasarkan hukum anti-prostitusi tahun 1988.

Para dokter yang terlibat dalam operasi penggantian kelamin juga dapat dikenakan hukuman penjara sampai tiga tahun lamanya.

Undang-undang tersebut juga mencakup hukuman penjara selama tujuh tahun bagi mereka yang “mempromosikan” hubungan sesama jenis. Bagi organisasi yang mempromosikan homoseksualitas, mereka dapat dikenakan hukuman penjara 10 sampai 15 tahun.

Undang-undang tersebut turut memberlakukan hukuman penjara satu hingga tiga tahun bagi laki-laki yang secara sengaja berpenampilan atau berperilaku seperti perempuan.

Pengesahan undang-undang itu sebagian besar didukung oleh salah satu partai konservatif di Irak, Shi’ite Muslim. Partai ini merupakan koalisi terbesar dalam parlemen Irak.

Alasan munculnya undang-undang itu adalah untuk “melindungi masyarakat Irak dari kebobrokan moral dan seruan homoseksualitas yang telah melanda dunia”.

Mohsen Al-Mandalawi, ketua parlemen Irak, dalam pernyataannya mengatakan “tidak ada tempat bagi homoseksualitas di Irak, tanah para nabi, imam suci, dan orang-orang saleh".

Sebenarnya, isi undang-undang itu masih jauh lebih ringan daripada saat masih berbentuk rancangan. Rancangan undang-undang yang mengatur kriminalisasi hubungan sesama jenis pertama kali diajukan oleh Raad al-Maliki, anggota parlemen independen Irak pada tahun 2023. Mulanya, rancangan ini mencakup hukuman seumur hidup sampai dengan hukuman mati untuk pelaku hubungan sesama jenis. Namun pada akhirnya, rancangan ini diubah sebelum disahkan setelah mendapat kecaman dari Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Eropa.

Meski begitu, undang-undang tersebut pada akhirnya tetap memperoleh kecaman dari berbagai belah pihak.

Kritik dari Komunitas Global

Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Matthew Miller, menyatakan keprihatinannya atas undang-undang baru tersebut. Menurut dia, undang-undang itu dapat mengancam kebebasan berpendapat dan berekspresi, menghambat kegiatan lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan mengurangi daya tarik Irak bagi para investor asing. Menurut Miller, undang-undang ini telah meremehkan hak asasi manusia dan keragaman ekonomi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Minim Perlindungan, Tahanan di AS yang Jadi Buruh Rawan Kecelakaan Kerja

Minim Perlindungan, Tahanan di AS yang Jadi Buruh Rawan Kecelakaan Kerja

Internasional
Siapa 'Si Lalat' Mohamed Amra, Napi yang Kabur dalam Penyergapan Mobil Penjara di Prancis?

Siapa "Si Lalat" Mohamed Amra, Napi yang Kabur dalam Penyergapan Mobil Penjara di Prancis?

Internasional
Pemungutan Suara di Paris Bikin Pulau Milik Perancis di Pasifik Mencekam, Mengapa?

Pemungutan Suara di Paris Bikin Pulau Milik Perancis di Pasifik Mencekam, Mengapa?

Internasional
Perjalanan Hubungan Rusia-China dari Era Soviet sampai Saat Ini

Perjalanan Hubungan Rusia-China dari Era Soviet sampai Saat Ini

Internasional
Pertemanan Rusia-China Makin Erat di Tengah Tekanan Barat

Pertemanan Rusia-China Makin Erat di Tengah Tekanan Barat

Internasional
Praktik 'Deepfake' di China Marak, Youtuber Asal Ukraina Jadi Korban

Praktik "Deepfake" di China Marak, Youtuber Asal Ukraina Jadi Korban

Internasional
Mengenal Peristiwa Nakba, Hilangnya Tanah Air Palestina

Mengenal Peristiwa Nakba, Hilangnya Tanah Air Palestina

Internasional
Apa Itu UU ‘Agen Asing’ Georgia dan Mengapa Eropa Sangat Khawatir?

Apa Itu UU ‘Agen Asing’ Georgia dan Mengapa Eropa Sangat Khawatir?

Internasional
Mengapa Presiden Putin Ganti Menteri Pertahanannya?

Mengapa Presiden Putin Ganti Menteri Pertahanannya?

Internasional
Lebanon Cemas di Tengah Meningkatnya Ketegangan Hezbollah-Israel

Lebanon Cemas di Tengah Meningkatnya Ketegangan Hezbollah-Israel

Internasional
Ramai soal Pengguna Media Sosial Blokir Artis-artis Ternama, Ada Apa?

Ramai soal Pengguna Media Sosial Blokir Artis-artis Ternama, Ada Apa?

Internasional
Jutaan Migran Tak Bisa Memilih dalam Pemilu Terbesar di Dunia

Jutaan Migran Tak Bisa Memilih dalam Pemilu Terbesar di Dunia

Internasional
Nasib Migran dan Pengungsi Afrika Sub-Sahara yang Terjebak di Tunisia

Nasib Migran dan Pengungsi Afrika Sub-Sahara yang Terjebak di Tunisia

Internasional
9 Mei, Hari Rusia Memperingati Kemenangan Soviet atas Nazi Jerman

9 Mei, Hari Rusia Memperingati Kemenangan Soviet atas Nazi Jerman

Internasional
Gelombang Panas Mengakibatkan Kesenjangan Pendidikan

Gelombang Panas Mengakibatkan Kesenjangan Pendidikan

Internasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com