MEREKA yang pernah berhaji atau umrah sebelumnya, lalu ke Haramain Desember tahun 2018, akan menyaksikan perubahan kasat mata yang menakjubkan.
Tidak hanya dari akibat kebijakan Putra Mahkota Arab Saudi, Muhammad Bin Salman (MBS) yang membolehkan kaum wanita mengemudi mobil, yang juga boleh bekerja di perusahaan yang berkaitan dengan layanan publik, seperti penjualan.
Ada yang sangat terasa, perubahan tampilan gurun pasir, bukit-bukit batu di sekitaran Kota Mekkah dan Madinah, yang kini “ijo royo-royo”. Rumput, perdu, tumbuh di mana-mana sampai ke puncak bukit yang sebelumnya gersang dan berbatu.
Gambaran bahwa negeri Arab adalah negeri gurun pasir sirna sama sekali. Pepohonan tumbuh – masih dalam ukuran pendek – di sepanjang sisi jalan raya antara Mekkah dan Madinah sepanjang 480-an kilometer. Pemandangan yang sama sekali belum pernah terjadi sejak belasan abad lalu.
Dua dekade lalu, seorang sahabat yang tinggal di Jeddah berceritera, ketika ia pulang kampung ke Wonogiri pertama kali setelah merantau lebih dari 10 tahun, anak-anaknya yang lahir di Saudi takjub melihat hujan. Boleh dikata seumur hidup mereka tidak pernah merasakan kehujanan dan melihat air mengucur deras dari langit.
Kadang kali terjadi Masjidil Haram kebanjiran. Pernah ketika sebagian jemaah haji masih ada di Padang Arafah, hujan turun deras yang bahkan membawa batu dan kerikil dari puncak bukit di sekitarnya.
Namun tak sampai esoknya, bekas hujan tidak tampak lagi, terserap oleh gurun yang haus air. Itu pula sebabnya kenapa kota-kota di Saudi itu tidak punya selokan di sepanjang sisi jalannya, karena semua air hujan langsung ditelan bumi.
Setidaknya sejak tiga bulan terakhir ini, hujan sering membasahi Tanah Suci, membawa banjir di kota-kota. Dan, ketika air hujan sudah membuat bumi basah kuyup, tumbuhan pun mulai muncul.
Kini Mekkah dan Madinah mulai memiliki pemandangan kehijauan, tidak lagi gurun pasir gersang yang memantulkan panas terik.
Perubahan demi perubahan terjadi, tetapi kebanyakan merupakan hasil kerja manusia. Hujan ini karunia Allah, yang bahkan sesekali mengirimkan hujan salju, yang jelas menghapus derita akibat badai pasir seperti sebelumnya.
Azan empat menara
Dibanding November tahun 1975, sudah banyak perubahan dalam kaitan ibadah haji atau umrah, baik di Mekkah maupun Madinah. Pertama kali tiba di Madinah, ada hal yang sangat berkesan.
Saat waktu shalat tiba, empat menara di Masjid Nabawi mengumandangkan azan dari empat muazin yang berbeda. Mereka memulai dan mengakhiri azan bersama-sama, namun nada dan alunannya berbeda, syahdu sekali.
Di tahun 1975 itu, di Masjidil Haram masih ada petugas pria yang mengatur jemaah agar jemaah lelaki dan wanita terpisah, tetapi “boleh” memegang wanita tanpa kesucian wudhunya batal.