Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Kota di Australia yang Ditinggalkan Penduduknya dalam Semalam

Kompas.com - 20/11/2018, 18:22 WIB
Veronika Yasinta

Editor

GWALIA, KOMPAS.com - Di suatu sore pada Desember 1963, ratusan pekerja tambang dan keluarganya mendadak pergi, meninggalkan kota kecil Gwalia di pedalaman Australia Barat.

Terletak sekitar 800 kilometer di sebelah timur Kota Perth, Gwalia merupakan kota tambang emas yang sangat ramai di tahun 1960-an.

Namun masyarakatnya menghilang dalam semalam ketika tambang emas Sons of Gwalia ditutup. Rumah dan bangunan di kota itu ditinggalkan begitu saja.

Kini, menjelang akhir November 2018, para turis bisa mengunjungi Gwalia dan mendapati kondisi kehidupan yang pernah ada di sana, sama persis ketika kota itu masih dihuni.

Baca juga: Polisi Australia Tangkap 3 Pria Perencana Aksi Teror di Melbourne

Kepergian penduduk terjadi bersamaan. Mereka hanya membawa apa yang sempat mereka bawa, meninggalkan barang lainnya di Gwalia untuk selamanya.

Keesokan harinya, kota itu pun nyaris kosong. Rumah-rumah pekerja tambang yang berjejer di tepi jalan dibiarkan melapuk begitu saja selama lima dekade.

Seorang warga bernama Terry Demasson, yang saat kejadian sedang magang di sana, mengingat betul apa yang terjadi.

"Keesokan harinya ketika kami masuk bekerja, tidak ada seorang pun di Gwalia," ujarnya ketika ditemui ABC.

"Mereka semua pergi. Naik kereta api dan pergi begitu saja," kata Terry.

Pada suatu sore pada Desember yang panas di tahun 1963, peluit terakhir dibunyikan di pertambangan Sons of Gwalia. Pemiliknya mengumumkan penutupan tambang itu selamanya.

Maka, penduduknya pun meninggalkan rumah mereka dalam kondisi seperti yang masih bisa dilihat saat ini.

Meja-meja dengan peralatan makan di atasnya, kandang ayam pun masih seperti saat ditinggalkan.

"Mereka hanya mengambil apa yang bisa mereka bawa. Sudah tak ada uang di sini sehingga mereka harus ke Kalgoorlie untuk mendapatkan pekerjaan baru," kata Terry.

Penduduk Gwalia terdiri atas pekerja tambang dan keluarga mereka. Ada yang datang dari Italia dan Yugoslavia.

Seorang warga pribumi Aubrey Lynch pernah bekerja di tambang emas sampai ditutup.

"Hubungan kami sangat baik," kata Lynch.

Baca juga: Aktris Pamela Anderson Kritik Komentar Cabul PM Australia

Para pekerja migran menanam sayuran di halaman rumah mereka dan membaginya mereka dengan warga pribumi.

"Mereka orang baik. Orang Aborigin biasa membawakan kambing liar. Mereka suka makan kambing liar," katanya.

Pengunjung bisa mendapati rumah masih dalam kondisi seperti saat ditinggalkan penghuninya. (ABC Goldfields: Andy Tyndall) Pengunjung bisa mendapati rumah masih dalam kondisi seperti saat ditinggalkan penghuninya. (ABC Goldfields: Andy Tyndall)

Memulihkan kota hantu

Hari ini kondisi Gwalia merupakan gambaran dari kondisi yang pernah ada. Bangunan-bangunan kosong menjadi saksi dahulu kota ini pernah ramai.

Sejak berdiri pada akhir abad ke-19, banyak penduduk Gwali terjebak di sana dengan upah rendah dan pekerjaan sulit. Mereka hampir tak mungkin pindah ke tempat lain.

"Begitu berada di sini, Anda kehilangan kontak dengan dunia luar," begitu isi surat seorang warga yang pernah tinggal di sana.

"Semua tempat tinggal ini mereka tinggalkan tergesa-gesa, jadi sejarahnya ada di sana," kata Donna Reid, seorang warga yang tinggal di Gwalia pada 1970-an.

Donna dan suaminya Don Reid tinggal di Hoover House yang ingin mereka jaga kelestariannya.

Hoover House dirancang oleh manajer tambang, Herbert Hoover, yang pernah menjadi Presiden Amerika Serikat.

Baca juga: Senator Australia Ini Deklarasikan Dirinya sebagai Perempuan

Ketika para petugas datang untuk menghancurkan rumah-rumah seng pekerja tambang di Gwalia, Donna berhasil meyakinkan pemerintah untuk menghentikannya.

"Kami datang ke sini pada saat yang tepat untuk menghentikan buldoser," ucapnya.

Selama bertahun-tahun, para sukarelawan dan sejumlah donatur berhasil mendirikan museum di bagi berbukit kota itu, tepat menghadap ke pertambangan.

Rumah mewah tempat tinggal manajer tambang kini menjadi penginapan Hoover House. Sementara rumah-rumah pekerja dipindahkan ke bagian tengah kota.

Pekan lalu, ratusan turis dan bekas penduduk Gwalia, datang kembali ke kota itu 55 tahun setelah ditinggalkan.

Untuk pertama kalinya, State Hotel dibuka kembali untuk umum. Hotel ini merupakan hotel pertama milik pemerintah di Australia Barat yang dibangun 1903.

Upaya pelestarian kota ini mendapatkan bantuan dana 3,2 juta dollar dari pemerintah dan pihak swasta.

Ada pula pameran foto yang mengabadikan kisah penduduk Gwalia oleh wartawan Kate Ferguson.

Baca juga: Ribuan Warga Australia Padati Festival Indonesia 2018

Selama lima dekade terakhir, hanya sejumlah kecil penduduk tinggal yang bertahan di pinggiran kota. Kini, sebagian besar tempat itu telah menjadi objek wisata.

Pengunjung kembali berdatangan, sehingga kota kecil ini pun terhindar dari kemusnahan ditelan waktu.

"Saya selalu membayangkan Gwalia sebagai pusat wisata dan bangkit kembali dengan cara yang berbeda," kata Donna Reid.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com