Secara resmi Biya terpilih menjadi presiden pada 1984. Dia kemudian mengizinkan sistem multi partai pada 1990-an dan menerima keberadaan oposisi yang berasal dari wilayah barat Kamerun.
Pada 2008 terjadi kerusuhan yang menewaskan 139 orang ketika Dewan Nasional menghapus masa jabatan maksimal seorang presiden.
Dalam pemilihan presiden yang terakhir pada 2011, Biya memperoleh 78 persen suara menurut Mahkamah Agung Kamerun.
Keputusan itu sekaligus menolak klaim oposisi yang menyebut banyak suara untuk Biya diberikan oleh "orang-orang yang sudah meninggal" seperti mendiang PM Andze Tsongui Gilbert.
Meski demikian sulit untuk menjerat Biya terkait kecurangan atau masalah apapun termasuk pelanggaran HAM.
Baca juga: 2.600 Pengungsi Nigeria di Kamerun Dipulangkan Secara Paksa
Salah satu dugaan pelanggaran HAM itu adalah penculikan sutradara film Richard Fouofie Djimili pada April 2013.
Djimili mengaku dia diculik aparat keamanan dan diinterogasi selama serta disiksa selama 11 hari karena membuat film yang mempertanyakan langgengnya kekuasaan Biya.
"Kami tak memiliki masalah pelanggaran HAM, warga Kamerun adalah salah satu yang paling bebas di Afrika," kata Biya kepada jurnalis di Perancis terkait dugaan penculikan itu.