Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Erdogan: Semua Pihak Harus Hormati Hasil Referendum Turki

Kompas.com - 17/04/2017, 20:46 WIB

ANKARA, KOMPAS.com - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mendesak semua pihak termasuk Uni Eropa (EU) dan sekutu Turki untuk menghormati hasil referendumm Turki yang dimenangkannya.

“Kita ingin negara lain dan institusi lain menghormati pilihan rakyat Turki,” ucap Erdogan ketika menyampaikan pidato kemenangan.

Komisi Uni Eropa yang hubungannya memburuk dengan Turki dalam beberapa bulan terakhir mengeluarkan pernyataan kehati-hatian.

Baca: Usai Kemenangan dalam Referendum, Pekerjaan Berat Menanti Erdogan

“Di tengah hasil referendum yang sangat tipis, dan implikasi dari perubahan konstitusi yang akan segera diimplementasikan, kita berharap pemerintah Turki dapat mewujudkan konsensus nasional dalam implementasi hasil referendum.”

Demikian kalimat yang tertulis dalam pernyataan resmi komisi Uni Eropa seperti dikutip Reuters.

Referendum Turki digelar untuk mengubah sistem parlementer Turki menjadi presidensial sekaligus memberikan wewenang yang lebih besar untuk presiden.

Dari 99,5 persen jumlah suara yang sudah dihitung, sebanyak 51,37 persen suara mendukung perubahan konstitusi dan 48,63 persen menentangnya.

Kelompok oposisi berniat untuk mengajukan protes, menuduh telah terjadi kecurangan.

Baca: Referendum Turki Dimenangkan Erdogan, Oposisi Berniat Protes

Dua partai oposisi Turki sudah menyatakan niat untuk menentang hasil referendum ini.

Partai Rakyat Demokratik (HDP) yang pro-Kurdi menyebut ada indikasi manipulasi suara.

"Ada indikasi manipulasi suara sebanyak 3-4 persen," demikian pernyataan HDP.

Sementara, Ketua Partai Rakyat Republik (CHP) Kemal Kilicdaroglu mengatakan, perilaku komisi pemilihan umum membuat legitimasi referendum dipertanyakan.

Baca: Akankah Erdogan Pimpin Turki hingga 2029?

Hasil Referendum ini akan melapangkan jalan Erdogan untuk memimpin Turki hingga 2029.

Jabatan Presiden yang diembannya saat ini bersifat seremonial. Referendum akan mengubah posisi kepresidenan menjadi lebih berkuasa dengan mengemban kekuasaan eksekutif.

Hal ini sekaligus menghapuskan jabatan perdana menteri yang selama ini menjalankan pemerintahan.

Pengkritik Erdogan termasuk sejumlah sekutu Eropa menilai referendum tidak lain tidak bukan hanyalah ambisi pribadi Erdogan untuk terus berkuasa melanggengkan rezimnya.

Kekhawatiran muncul sosok yang dijuluk “Sultan Baru Turki” ini akan semakin otoriter dengan memberangus oposisi dan kebebasan sipil.

Turki kini masih dalam status keadaan darurat sejak kudeta yang gagal menggulingkan Erdogan Juli tahun lalu.

Baca: Pertaruhan Politik Turki Bernama Referendum

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com