Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lewat Twitter, Bocah Aleppo Bagikan Kisah tentang Harapan dan Bertahan Hidup

Kompas.com - 04/10/2016, 11:45 WIB

Sayangnya, sudah setahun ia tak bisa bersekolah dan ia sangat ingin kembali ke sekolah. Layaknya anak-anak berusia tujuh tahun, dia ingin bisa bermain kembali dengan teman-temannya.

Keluarga ini mengandalkan tenaga surya untuk aliran listrik, tetapi layanan internet dan telepon yang buruk membuat hubungan komunikasi menjadi sulit.

Fatemah mengatakan, negara mereka dilanda krisis pangan yang meluas. Persediaan makanan untuk keluarganya pun sudah habis.

Putranya, Noor, yang berusia tiga tahun, jatuh sakit baru-baru ini, dan ia membawanya ke rumah sakit. Namun, mereka memberi tahu sudah tidak ada obat yang tersisa.

Kini, Noor sudah sehat dan ia terus mengganggu perbincangan di telepon karena ia ingin memeluk ibunya.

Seiring makin banyaknya yang menjadi pengikut akun Twitter itu, Fatemah mengatakan banyak yang menuduhnya menjalankan akun palsu atau memanfaatkan putrinya untuk propaganda.

Cuitan-cuitannya tentang Presiden Suriah Bashar al-Assad dan Presiden Rusia Vladimir Putin adalah yang paling banyak dikritik.

Sementara itu, yang lainnya mempertanyakan kemampuan bahasa Inggris gadis cilik asal Suriah yang berusia tujuh tahun ini.

Ia mengatakan sudah mengajarkan bahasa Inggris kepada putrinya sejak ia berusia empat tahun.

Dituding telah berbohong membuat Fatemah sangat terpukul.

"Semua kata-kata itu datang dari hati. Semua adalah yang sebenarnya," kata dia.

Ayah Bana adalah seorang pengacara yang bekerja di sebuah pusat layanan hukum di kota itu. Fatemah belajar bahasa Inggris selama tiga tahun di sebuah lembaga bahasa dan juga kuliah hukum di universitas.

Ia bukan bagian dari organisasi apa pun, katanya, dan tidak mendapat bantuan dari organisasi media di Suriah.

Dia mengambil kursus jurnalistik dan politik sebagai bagian dari pendidikan universitasnya. Jadi, ia tahu bagaimana pesannya bisa mendapat perhatian dunia.

Dalam sebuah percakapan telepon, Fatemah bertanya apakah jurnalis BBC yang mewawancarainya bisa mendengar suara pesawat di atas kediamannya.

Dia lalu pergi ke balkon rumahnya dan melihat langit. Kebisingan ini, lanjut Fatemah, akan terus berlanjut selama berjam-jam.

"Mereka menjatuhkan bom tanpa belas kasihan. Kami bukan teroris. Kami bukan ISIS. Kami hanya warga biasa," kata Fatemah.

Sekitar satu jam atau lebih setelah menyelesaikan wawancara lewat sambungan telepon dengan BBC, Fatemah mengunggah video lain dari Bana.

Sambil berdiri di balkon yang sama, ia menutup kuping dengan jari-jarinya. Suara jatuhnya bom terdengar keras di kejauhan.

Sebuah kicauannya berbunyi, "Saya sangat takut saya akan mati malam ini. Bom-bom itu akan membunuh saya sekarang - Bana."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com