Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lewat Twitter, Bocah Aleppo Bagikan Kisah tentang Harapan dan Bertahan Hidup

Kompas.com - 04/10/2016, 11:45 WIB

ALEPPO, KOMPAS.com — Hidup di kota Aleppo yang dikoyak perang dan dihujani bom hampir setiap hari tentu membuat hidup semua orang, terutama anak-anak, menjadi jauh dari rasa aman dan nyaman.

Berbagai cara dilakukan warga Aleppo untuk mengurangi tekanan hidup akibat dihantui kematian setiap saat. Salah satunya adalah berinteraksi lewat media sosial.

Bana Alabed, bocah perempuan berusia tujuh tahun, menggunakan Twitter untuk mengunggah berbagai hal tentang Aleppo dan kegiatannya sehari-hari untuk melupakan penderitaan.

Sepekan lalu, Bana Alabed mengunggah fotonya di Twitter.

Dalam foto itu, dia terlihat tengah duduk ditemani sebuah buku di meja dan boneka di belakangnya.

"Selamat sore dari Aleppo," tulisnya. "Saya membaca untuk melupakan perang."

Aleppo, kota kedua terbesar di Suriah, terbelah menjadi dua bagian selama konflik panjang negara itu.

Kehidupan sehari-hari menjadi perjuangan bagi mereka yang masih tinggal di sana, terjebak dalam peperangan antara pemberontak dan pasukan pemerintah.

Cuitan Bana dalam bahasa Inggris dibantu ibunya, yang merupakan seorang guru, membawa angin segar dalam perjuangan hidup di wilayah yang dikuasai pemberontak di Aleppo timur.

Dalam sebuah foto lainnya, Bana tampak terlihat dengan adik-adik lelakinya, Mohamed (5) dan Noor (3).

Foto itu diramaikan Bana dengan keterangan "menggambar bersama adik-adik sebelum pesawat (tempur) datang."

"Kami membutuhkan ketenangan untuk menggambar," kata Bana.

Tak hanya foto, Bana juga mengunggah video pendek. Salah satu video pendek yang diunggahnya memperlihatkan ketiga anak itu sedang bersama di kamar tidur.

"Kami akan hidup selamanya bersama-sama," kata Bana, sambil tertawa dan memeluk saudara-saudaranya.

"Bom-bom itu menghantam rumah di depan kami, seperti yang Anda lihat," bunyi salah satu tulisannya, disertai dengan sebuah foto buram dari bangunan yang hancur.

"Nyawa saya bisa melayang kapan saja dengan bom-bom di sini."

Pasukan Rusia dan Suriah menghujani Aleppo timur dengan bom terus-menerus selama beberapa pekan.

Akun Twitter @alabedbana sudah mengumpulkan ribuan pengikut dalam beberapa hari terakhir.

Namun, dalam percakapan dengan BBC, ibu kandung Bana, Fatemah, mengatakan, putrinya benar-benar ingin dunia mendengar suara mereka.

"Ia bilang, 'Ibu, mengapa tak seorang pun membantu kita?" kata ibunya menirukan Bana.

Sejumlah cuitannya menentang kenyamanan. Namun, Bana, yang sudah kehilangan temannya dalam pengeboman itu, sudah begitu banyak terpapar kekejaman perang.

"Ia melihat semuanya di sini. Ia melihat temannya tewas dan rumahnya dibom. Ia juga melihat sekolahnya dibom. Jadi, hal itu memengaruhi dia," ujar Fatemah.

Namun, meski demikian, Fatemah mengatakan, putrinya beruntung.

Dalam video call yang tersendat-sendat dengan BBC, Bana mengarahkan kamera kepada sang ibu, yang membantunya dengan jawaban yang lebih sulit.

Bocah ini ingin menjadi seorang guru ketika dewasa nanti, seperti ibunya, dan berharap bisa mengajar bahasa Inggris juga.

Sayangnya, sudah setahun ia tak bisa bersekolah dan ia sangat ingin kembali ke sekolah. Layaknya anak-anak berusia tujuh tahun, dia ingin bisa bermain kembali dengan teman-temannya.

Keluarga ini mengandalkan tenaga surya untuk aliran listrik, tetapi layanan internet dan telepon yang buruk membuat hubungan komunikasi menjadi sulit.

Fatemah mengatakan, negara mereka dilanda krisis pangan yang meluas. Persediaan makanan untuk keluarganya pun sudah habis.

Putranya, Noor, yang berusia tiga tahun, jatuh sakit baru-baru ini, dan ia membawanya ke rumah sakit. Namun, mereka memberi tahu sudah tidak ada obat yang tersisa.

Kini, Noor sudah sehat dan ia terus mengganggu perbincangan di telepon karena ia ingin memeluk ibunya.

Seiring makin banyaknya yang menjadi pengikut akun Twitter itu, Fatemah mengatakan banyak yang menuduhnya menjalankan akun palsu atau memanfaatkan putrinya untuk propaganda.

Cuitan-cuitannya tentang Presiden Suriah Bashar al-Assad dan Presiden Rusia Vladimir Putin adalah yang paling banyak dikritik.

Sementara itu, yang lainnya mempertanyakan kemampuan bahasa Inggris gadis cilik asal Suriah yang berusia tujuh tahun ini.

Ia mengatakan sudah mengajarkan bahasa Inggris kepada putrinya sejak ia berusia empat tahun.

Dituding telah berbohong membuat Fatemah sangat terpukul.

"Semua kata-kata itu datang dari hati. Semua adalah yang sebenarnya," kata dia.

Ayah Bana adalah seorang pengacara yang bekerja di sebuah pusat layanan hukum di kota itu. Fatemah belajar bahasa Inggris selama tiga tahun di sebuah lembaga bahasa dan juga kuliah hukum di universitas.

Ia bukan bagian dari organisasi apa pun, katanya, dan tidak mendapat bantuan dari organisasi media di Suriah.

Dia mengambil kursus jurnalistik dan politik sebagai bagian dari pendidikan universitasnya. Jadi, ia tahu bagaimana pesannya bisa mendapat perhatian dunia.

Dalam sebuah percakapan telepon, Fatemah bertanya apakah jurnalis BBC yang mewawancarainya bisa mendengar suara pesawat di atas kediamannya.

Dia lalu pergi ke balkon rumahnya dan melihat langit. Kebisingan ini, lanjut Fatemah, akan terus berlanjut selama berjam-jam.

"Mereka menjatuhkan bom tanpa belas kasihan. Kami bukan teroris. Kami bukan ISIS. Kami hanya warga biasa," kata Fatemah.

Sekitar satu jam atau lebih setelah menyelesaikan wawancara lewat sambungan telepon dengan BBC, Fatemah mengunggah video lain dari Bana.

Sambil berdiri di balkon yang sama, ia menutup kuping dengan jari-jarinya. Suara jatuhnya bom terdengar keras di kejauhan.

Sebuah kicauannya berbunyi, "Saya sangat takut saya akan mati malam ini. Bom-bom itu akan membunuh saya sekarang - Bana."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com