Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rindu Mendalam Suku Aborigin kepada Pelaut dari Makassar

Kompas.com - 22/07/2016, 15:30 WIB
Caroline Damanik

Penulis

Dihargai

Paul Thomas, Coordinator Indonesian Studies School of Languages, Literatures, Cultures and Linguistics dari Monash University, mengatakan bahwa hubungan perdagangan antara suku Yolngu dan pelaut dari Makassar berlangsung dengan baik.

Berdasarkan riwayat perjalanan Mangathara yang dicatat Belanda di Sulawesi serta lukisan orang Aborigin di dinding gua, hubungan ini berlangsung hampir 1,5 abad, yaitu sekitar akhir abad 17 hingga awal abad 19.

Pelaut dari Makassar datang untuk mencari teripang yang akan dijual kembali ke China. Perairan dangkal Arnhem Land merupakan tempat yang baik menemukan teripang. Mereka lalu melakukan barter dengan penduduk asli Australia itu.

“Awalnya memang teripang, tetapi bagi suku asli, kunjungannya (pelaut dari Makassar) tentu lebih penting dari perdagangan biasa. Beras (di nusantara) tidak terlalu mahal waktu itu, tidak dianggap penting, tetapi bagi suku asli, beras sangat penting sekali. Jadi untuk mereka, perdagangan dengan orang dari Indonesia jauh lebih penting karena (mereka butuh) beras, pisau, logam, tembakau,” ucapnya saat ditemui di Monash University.

Suku Yolngu sangat bergairah dengan kerja sama ini karena mereka mendapatkan beras dan mengenal logam untuk pertama kalinya.

KOMPAS.com/Caroline Damanik Benda-benda seni berupa pot yang mencatat kenangan manis penduduk suku Yolngu terhadap para pelaut dan pedagang dari Makassar tersimpan di Buku-Larrngay Mukka atau Yirrkala Arts Center di Yirrkala. Motifnya beragam, mulai pinisi atau prau atau perahu hingga beras.
Sebelumnya, segala alat kerja suku Yolngu terbuat dari batu. Mereka juga diajari oleh pelaut dari Makassar untuk membuat lipa-lipa.

Tak hanya saling menguntungkan dari segi ekonomi, pertukaran budaya juga terjadi. Pengaruh terhadap bahasa membuat sejumlah kosa kata suku Yolngu mirip dengan kata dalam bahasa Indonesia, seperti rrothi yang berarti roti, Balanda dari kata Belanda merujuk kepada orang kulit putih, prau yang berasal dari kata perahu dan rupiah dari kata rupiah untuk merujuk pada uang di kehidupan suku Yolngu.

“Itu semacam sampan yang digunakan penduduk asli, tapi dulu itu tidak ada teknologi semacam itu. mereka belajar dari orang Indonesia, Jadi ini buktinya bahwa pengaruhnya cukup dalam karena biasanya agak sulit untuk belajar teknologi baru dengan mengunakan alat,” tutur Paul.

Richard Ian Trudgen, pendiri dan pimpinan Aboriginal Resource Development Services (ARDS), juga mengatakan bahwa pengenalan benda tajam berbahan logam dalam kehidupan penduduk Yolngu memberikan manfaat signifikan dalam kehidupan mereka.

Namun, lanjutnya, hubungan dagang yang baik dan langgeng sangat dipengaruhi oleh sikap para pelaut Makassar yang dinilai menghormati kebudayaan lokal penduduk asli Australia.

“Ketika Makassar datang dan pergi selama beberapa abad, mereka menghormati kekuasaan suku Yolngu, para pelaut Makassar hanya berada di sekitar pantai setelah berlabuh. Di tempat ini mereka menunggu para juragan Yolngu untuk bernegosiasi dalam hubungan dagang mereka. Hanya ada beberapa saja ketidaksepakatan yang kemudian menjadi perkelahian dalam hubungan dagang selama berabad-abad,” ucap penulis buku “Why Warriors Lie Down and Die” ini.

Sikap ini sukses mengambil hati masyarakat Yolngu hingga hubungan dagang terus berlangsung. Richard mencatat, pendekatan ini tidak dilakukan oleh bangsa Eropa ketika datang.

KOMPAS.com/Caroline Damanik Pantai Wurrwurrwuy atau Macassans Beach di Garanhan, Arnherm Land, Northern Territory, Australia, dipercaya sebagai salah satu tempat di mana para pelaut Makassar kerap berlabuh dan berkemah dahulu untuk berdagang dengan suku asli Aborigin.
Semua kenangan manis itu hilang seketika karena pelaut dari Makassar tak pernah datang lagi di awal abad 19. Mereka tak pernah muncul lagi setelah pemerintah Australia mewajibkan setiap pelaut untuk memiliki izin dan membayar semacam pajak jika hendak memancing atau memanen teripang di kawasan Australia.

***

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com