GOVE, KOMPAS.com – Kedua mata Gayili Marika Yunupinu berbinar-binar, tangannya terbuka lebar, dan seruan riang meluncur dari bibirnya ketika seorang teman perempuan bernama Dian menuturkan bahwa dirinya adalah orang Makassar.
“Benar Makassar?” tanyanya memastikan dalam bahasa Inggris yang fasih.
“Ya Makassar. Ayah saya orang Makassar,” sahut Dian.
“Ahhh… Yapa,” seru Gayili lalu memeluknya dengan erat.
Bagi suku Yolngu, penduduk Aborigin yang tinggal di Arnhem Land, Northern Territory, Australia, Yapa biasa dipakai untuk menyebut saudara perempuan. Saudara laki-laki biasa dipanggil dengan sebutan Wawa.
“Dulu nenek moyang kita bertemu di sini, sekarang kita yang bertemu di sini,” tuturnya sambil merangkul dan beberapa kali menepuk bahu Dian sepanjang berdiri di tepi pantai berpasir putih di belakang rumahnya.
Saat suaminya keluar dari rumah, perempuan dari klan Gumatj ini berteriak dengan nada ceria bahwa ada keturunan Makassar dalam rombongan yang datang hari itu. Sang suami mengangguk sambil melambaikan tangan, anak-anaknya segera menoleh dari kesibukan mereka masing-masing.
Puncaknya, ketika hendak pulang, Gayili memberi hadiah spesial untuk Dian. Gayili mengambil batu yang biasa dipakainya untuk melukis, menggerusnya di sebuah alas dari batu hingga muncul serbuk berwarna kuning kunyit.
Lalu ia mencampurnya dengan sedikit air hingga menyerupai pasta. Dia mengajak Dian mendekat lalu menyapukan pasta kuning pada jemarinya di sepanjang dahi Dian.
“Ini pertama kali saya melihat orang Makassar di sini. Ini memberikan gambaran yang selama ini saya dengar dari cerita tentang orang Makassar. Dan ketika melihat orang Makassar untuk pertama kalinya di sini, saya sangat gembira. Selamat datang ke tanah kami,” ungkapnya.
Pantai di Galupa, Semenanjung Gove, Northern Territory, menjadi saksi atas kegirangan Gayili bertemu dengan seseorang dari garis keturunan Makassar. Ikatan yang kuat dari masa lalu antara suku Aborigin dan pelaut dari Makassar, Sulawesi Selatan, menjadi warisan yang tak pernah alpa diceritakan turun-temurun.
Tangannya terbuka lebar dan keduanya saling berpelukan. Pelukan usai, perempuan itu lalu menjabat tangan Dian selama sekitar 7 detik sambil menyambut Dian, lalu kembali berpelukan. Dia lalu menjelaskan bahwa kakek dan ayahnya menyebut orang Makassar sebagai Mangathara.
“Yapa Dian, Mangathara telah membawa kebahagiaan ke Arnhem Land,” ungkap Robin yang berasal dari Yirrkala.
Cerita turun-temurun