HONG KONG, KOMPAS.com - Pemerintah Hong Kong telah mengumumkan bakal menarik Rancangan Undang-Undang Ekstradisi yang menjadi pemicu krisis politik selama tiga bulan terakhir.
RUU Ekstradisi yang diperkenalkan sejak Februari lalu itu, memungkinkan dilakukannya ekstradisi terhadap pelaku pelanggaran, termasuk ke China daratan, yang ditentang para pengunjuk rasa pro-demokrasi.
Pengumuman keputusan pencabutan RUU Ekstradisi itu disampaikan langsung oleh Pemimpin Eksekutif Hong Kong, Carrie Lam, pada Rabu (4/9/2019), yang disiarkan melalui siaran televisi nasional.
Baca juga: Hong Kong Putuskan Cabut RUU Ekstradisi yang Picu Gelombang Demonstrasi
Berikut ini empat fakta seputar pengumuman pencabutan RUU Ekstradisi tersebut:
RUU yang memungkinkan ekstradisi pelaku pelanggaran ke China daratan itu menuai kecaman dari rakyat Hong Kong dan memicu krisis politik yang diwarnai aksi protes selama 13 pekan di kota semi-otonom itu.
Lam pun mengatakan pemerintah Hong Kong akan secara resmi menarik RUU tersebut secara penuh demi menghilangkan kekhawatiran publik.
Langkah pencabutan RUU itu, yang menjadi satu dari lima tuntutan utama para pengunjuk rasa itu disampaikan Lam di hadapan sekelompok anggota parlemen pro-Beijing.
Meski Lam telah secara langsung dan terbuka mengumumkan pencabutan RUU Ekstradisi dari parlemen. Namun realisasinya hal itu baru dapat dilakukan setelah parlemen Hong Kong kembali aktif pada Oktober mendatang.
Sebelumnya, pemerintah Hong Kong baru menangguhkan pembahasan RUU Ekstradisi tersebut dari parlemen, dan Lam mengatakan bahwa RUU itu "telah mati".
Tetapi hal itu belum cukup untuk meredakan ketegangan dan aksi unjuk rasa yang dilakukan para demonstran yang menuntut agar RUU tersebut ditarik sepenuhnya.
Baca juga: Hong Kong Putuskan Cabut RUU Ekstradisi yang Kontroversial, tapi...
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.