WASHINGTON DC, KOMPAS.com — Amerika Serikat (AS) memperingatkan Rusia bakal menanggung konsekuensi karena sudah membantu rezim Presiden Venezuela Nicolas Maduro.
Utusan Khusus AS untuk Venezuela Elliot Abrams mengecam penempatan 100 tentara dan 35 ton peralatan militer Rusia di Venezuela pada pekan lalu.
Dilansir Newsweek Jumat (29/3/2019), penempatan pasukan itu terjadi di tengah upaya untuk menggulingkan Maduro, buntut krisis ekonomi yang terjadi.
Baca juga: Meksiko Bantah Tawarkan Suaka kepada Presiden Venezuela Maduro
Dalam wawancara dengan BBC, Abrams mengatakan, Washington mempunyai banyak opsi yang bisa mereka pergunakan untuk menghukum Rusia.
"Banyak yang bisa kami lakukan dalam hal ekonomi, dalam hal sanksi. Jadi, Rusia bakal membayarnya karena sudah membantu Maduro," kata Abrams.
Mantan Asisten Menteri Luar Negeri AS era Presiden Ronald Reagan itu berkata, salah besar jika mengira Rusia bisa seenaknya di Venezuela.
Abrams juga mencurigai Rusia membantu Venezuela dengan sistem pertahanan rudal S-300 yang bisa mencegat rudal hingga jet tempur musuh.
Sistem pertahanan era Uni Soviet itu dibeli Venezuela pada 2009 saat negara itu masih dipimpin pendahulu Maduro, mendiang Hugo Chavez.
Minggu pekan lalu (24/3/2019), citra satelit yang dipublikasikan ImageSat International (ISI) menunjukkan sistem rudal itu telah dipersiapkan.
Dalam penilaian yang dipublikasikan Senin (25/3/2019), ISI menyatakan mereka telah melakukan pemantauan selama Februari-Maret ini.
Kremlin tidak menjelaskan alasan sebenarnya mereka menempatkan tentara di Venezuela, dengan dugaan kedua negara sudah melakoni latihan gabungan di Karibia Desember lalu.
Juru bicara Kemenlu Rusia Maria Zakharova hanya mengatakan pasukan mereka berada di sana semata karena perjanjian kerja sama di bidang militer teknis.
Zakharova juga mengecam komentar Presiden Donald Trump bahwa Rusia harus keluar dari Venezuela, menyatakan AS punya sejarah panjang mengintervensi negara lain.
"Kami sudah lama menunggu janji Donald Trump untuk menarik pasukan dari Suriah. Belum lagi di Irak, Afghanistan," kata Zakharova.
Rusia sebenarnya juga beraktivitas di Suriah, tetapi atas dukungan Presiden Bashar al-Assad ketika konflik sipil pecah pada 2011.
Baca juga: AS Desak Militer Venezuela Lindungi Warga dari Pasukan Rusia
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.