Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Antropolog India yang Pernah Bertemu dengan Suku Sentinel

Kompas.com - 27/11/2018, 22:07 WIB
Ervan Hardoko

Editor

Membuka kontak

Setelah beberapa kali melakukan ekspedisi akhirnya Pandit mendapat hasilnya pada 1991 ketika suku tersebut secara damai beranjak dari pulau dan mendekati rombongan Pandit yang masih berada di perairan.

"Kami bingung mengapa mereka mengizinkan kami. Itu keputusan mereka sendiri untuk menemui kami dan pertemuan itu bisa terjadi dalam ketentuan yang mereka syaratkan," paparnya.

"Kami turun dari perahu dan berdiri di dalam air setinggi leher, lalu membagikan kelapa dan hadiah lainnya. Tapi kami tidak diizinkan untuk melangkah ke pulau mereka."

Baca juga: Ketika Polisi India Gugup Memandang dari Jauh Wajah Suku Sentinel...

Pandit mengatakan, dia tidak terlalu khawatir kemungkinan akan diserang, tetapi dia mengaku selalu berhati-hati saat berada di dekat warga suku Sentinel.

Dia mengatakan, anggota tim mencoba berkomunikasi dalam bahasa isyarat, tetapi tidak berhasil karena orang-orang Sentinel itu sebagian besar sibuk dengan hadiah yang mereka peroleh.

"Mereka berbicara di antara mereka sendiri, tetapi kami tidak bisa memahami bahasanya. Kedengarannya mirip dengan bahasa yang diucapkan kelompok suku lainnya di wilayah itu," kata Pandit.

Dalam satu kali tatap muka yang mengesankan selama di perjalanan, seorang anggota suku Sentinel yang masih muda sempat mengancamnya.

"Ketika saya membagikan kelapa, saya sedikit terpisah dari anggota tim dan saya ternyata bergerak mendekati pantai," katanya kepada BBC.

"Seorang pemuda suku Sentinel menyeringai, menghunus pisaunya dan memberi isyarat kepada saya bahwa dia akan memotong kepala saya. Saya segera berbalik naik perahu dan kami bergegas pergi."

"Bahasa tubuh anak laki-laki itu sangatlah penting. Dia menjelaskannya bahwa saya tidak diterima," lanjut Pandit.

Sejak saat itulah, Pemerintah India melarang ekspedisi dengan pemberian hadiah, dan bahkan orang asing dilarang mendekati pulau itu.

Karena orang-orang Sentinel itu sepenuhnya terisolasi dari dunia luar maka mereka tidak memiliki kekebalan terhadap penyakit "orang luar" seperti flu dan campak.

Sehingga mereka berisiko terpapar penyakit yang dibawa orang luar dan saja bisa berakibat mematikan bagi mereka.

Itu sebabnya, kata Pandit, setiap anggota tim ekspedisinya harus mengikuti prosedur ketat agar tidak menularkan penyakit. Hanya mereka yang sangat sehat yang diizinkan melakukan perjalanan ke Sentinel Utara.

Adapun warga Amerika Serikat John Allen Chau yang terbunuh pada pekan lalu, menurut para pejabat India, tidak mengantongi izin resmi saat melakukan perjalanan itu.

Dia malah dikatakan menyuap nelayan lokal sebesar 25.000 rupee (sekitar Rp5 juta) untuk membawanya ke pulau tersebut secara ilegal dengan harapan dapat menyebarkan agama Kristen kepada suku terasing itu.

Saat ini sedang diupayakan untuk mengambil jenazah warga AS itu. Menurut Pandit, hal itu mungkin dilakukan jika dilakukan pendekatan khusus oleh otoritas India, kendati sebagian kalangan menilai tingkat keberhasilannya amat kecil.

Walaupun pengalamannya melakukan pertukaran dengan orang-orang Sentinel diwarnai ketegangan, Pandit tegas menolak anggapan bahwa orang Sentinel memiiki sikap bermusuhan.

"Itu cara yang salah dalam melihatnya. Justru kita adalah penjajah di sini. Kita adalah orang-orang yang mencoba memasuki wilayah mereka," katanya kepada harian The Indian Express.

Baca juga: Begini Saran Ahli supaya Dapat Berinteraksi dengan Suku Sentinel

"Orang-orang Sentinel adalah orang-orang yang cinta damai. Mereka tidak berusaha menyerang orang. Mereka tidak mendatangi daerah-daerah sekitar, dan menimbulkan masalah. Ini adalah insiden langka," katanya kepada BBC.

Pandit mengatakan, dia mendukung dilakukan upaya pendekatan yang ramah dengan suku tersebut, tetapi menandaskan mereka tidak boleh diganggu.

"Kita harus menghormati keinginan mereka untuk dibiarkan hidup sendiri," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com