Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Antropolog India yang Pernah Bertemu dengan Suku Sentinel

Kompas.com - 27/11/2018, 22:07 WIB
Ervan Hardoko

Editor

NEW DELHI, KOMPAS.com - Tidak ada orang yang lebih memahami suku terasing di Pulau Sentinel, Samudera Hindia dibanding TN Pandit, seorang antropolog asal India.

Sebagai pejabat Kementerian Suku Terasing India, Pandit telah mengunjungi suku yang mendiami pulau terpencil itu dalam rentang beberapa dekade.

Dia bahkan sempat melakukan kontak langsung dengan mereka dan pulang dalam keadaan hidup untuk menceritakannya.

Baca juga: Polisi India Diminta Tak Ambil Jenazah Pria AS di Pulau Suku Sentinel

Suku itu yang hidup terasing selama puluhan ribu tahun itu menjadi perhatian dunia setelah pekan lalu dilaporkan membunuh John Allen Chau, pria Amerika Serikat berusia 27 tahun.

John Chau mendatangi Pulau Sentinel Utara untuk menemui warga suku terasing tersebut sekaligus melakukan kegiatan misionaris Kristen.

Namun sejumlah warga suku itu menyerangnya dengan panah dan menewaskan dia. Warga kemudian dilaporkan menguburkan Chau di sana sehingga pemerintah India kesulitan mengambil jenazahnya.

Terlepas dari kejadian itu, Pandit, yang saat ini berusia 84 tahun, menegaskan bahwa sebagian besar anggota suku itu adalah warga yang cinta damai.

Tuduhan tentang reputasi mereka yang menakutkan merupakan hal yang menurutnya tidak adil.

"Selama kami melakukan interaksi, mereka mengancam kami, tetapi tidak pernah mencapai titik di mana mereka bermaksud membunuh atau melukai. Setiap kali mereka tampak tidak tenang, kami mundur perlahan," katanya kepada BBC World Service.

"Saya berduka atas kematian anak muda yang datang jauh-jauh dari Amerika. Tapi dia melakukan kesalahan," katanya.

"Dia punya cukup kesempatan untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Tapi dia memilih bertahan dan membayar dengan nyawanya," tambah Pandit.

Pandit pertama kali mengunjungi Pulau Sentinel Utara, yang hanya dihuni suku yang terisolasi itu, pada 1967 bersama sebuah ekspedisi.

Awalnya orang-orang Sentinel bersembunyi di hutan saat orang asing tiba, tetapi dalam perkembangan selanjutnya mereka menghadapi pendatang yang memasuki pulau mereka dengan melepaskan anak panah.

Disebutkan Pandit, selama perjalanan ke pulau itu para antropolog membawa berbagai barang yang dimaksudkan sebagai oleh-oleh untuk memudahkan interaksi dengan suku terasing itu.

"Kami membawa hadiah panci dan wajan, buah kelapa, alat-alat seperti palu dan parang panjang. Kami juga membawa serta orang Onge (suku lain di kepulauan Andaman) untuk membantu kami 'menafsirkan' percakapan dan perilaku orang-orang Sentinel," ujar Pandit, mengenang kunjungannya itu.

Baca juga: Polisi Tak Bisa Sembarangan Ambil Jenazah Pria AS dari Suku Sentinel

"Namun orang-orang Sentinel menghadapi kami dengan raut wajah marah dan garang, serta bersenjata lengkap seperti busur dan panah panjang, semuanya dalam keadaan siaga mempertahankan wilayah mereka," paparnya.

Meskipun tak banyak membuahkan hasil, mereka meninggalkan hadiah di akhir kunjungan dengan harapan dapat membangun hubungan dengan komunitas misterius tersebut.

Terkadang, hadiah itu diperlakukan berbeda. Misalnya saat mereka diberi hadiah seekor babi yang masih hidup dan dalam keadaan terikat, mereka langsung menombaknya dan mengubur bangkai hewan itu di dalam pasir.

John Allen Chau tewas dipanah oleh suku Sentinel, Kepulauan Andaman, India. (Evening Standard) John Allen Chau tewas dipanah oleh suku Sentinel, Kepulauan Andaman, India. (Evening Standard)
Membuka kontak

Setelah beberapa kali melakukan ekspedisi akhirnya Pandit mendapat hasilnya pada 1991 ketika suku tersebut secara damai beranjak dari pulau dan mendekati rombongan Pandit yang masih berada di perairan.

"Kami bingung mengapa mereka mengizinkan kami. Itu keputusan mereka sendiri untuk menemui kami dan pertemuan itu bisa terjadi dalam ketentuan yang mereka syaratkan," paparnya.

"Kami turun dari perahu dan berdiri di dalam air setinggi leher, lalu membagikan kelapa dan hadiah lainnya. Tapi kami tidak diizinkan untuk melangkah ke pulau mereka."

Baca juga: Ketika Polisi India Gugup Memandang dari Jauh Wajah Suku Sentinel...

Pandit mengatakan, dia tidak terlalu khawatir kemungkinan akan diserang, tetapi dia mengaku selalu berhati-hati saat berada di dekat warga suku Sentinel.

Dia mengatakan, anggota tim mencoba berkomunikasi dalam bahasa isyarat, tetapi tidak berhasil karena orang-orang Sentinel itu sebagian besar sibuk dengan hadiah yang mereka peroleh.

"Mereka berbicara di antara mereka sendiri, tetapi kami tidak bisa memahami bahasanya. Kedengarannya mirip dengan bahasa yang diucapkan kelompok suku lainnya di wilayah itu," kata Pandit.

Dalam satu kali tatap muka yang mengesankan selama di perjalanan, seorang anggota suku Sentinel yang masih muda sempat mengancamnya.

"Ketika saya membagikan kelapa, saya sedikit terpisah dari anggota tim dan saya ternyata bergerak mendekati pantai," katanya kepada BBC.

"Seorang pemuda suku Sentinel menyeringai, menghunus pisaunya dan memberi isyarat kepada saya bahwa dia akan memotong kepala saya. Saya segera berbalik naik perahu dan kami bergegas pergi."

"Bahasa tubuh anak laki-laki itu sangatlah penting. Dia menjelaskannya bahwa saya tidak diterima," lanjut Pandit.

Sejak saat itulah, Pemerintah India melarang ekspedisi dengan pemberian hadiah, dan bahkan orang asing dilarang mendekati pulau itu.

Karena orang-orang Sentinel itu sepenuhnya terisolasi dari dunia luar maka mereka tidak memiliki kekebalan terhadap penyakit "orang luar" seperti flu dan campak.

Sehingga mereka berisiko terpapar penyakit yang dibawa orang luar dan saja bisa berakibat mematikan bagi mereka.

Itu sebabnya, kata Pandit, setiap anggota tim ekspedisinya harus mengikuti prosedur ketat agar tidak menularkan penyakit. Hanya mereka yang sangat sehat yang diizinkan melakukan perjalanan ke Sentinel Utara.

Adapun warga Amerika Serikat John Allen Chau yang terbunuh pada pekan lalu, menurut para pejabat India, tidak mengantongi izin resmi saat melakukan perjalanan itu.

Dia malah dikatakan menyuap nelayan lokal sebesar 25.000 rupee (sekitar Rp5 juta) untuk membawanya ke pulau tersebut secara ilegal dengan harapan dapat menyebarkan agama Kristen kepada suku terasing itu.

Saat ini sedang diupayakan untuk mengambil jenazah warga AS itu. Menurut Pandit, hal itu mungkin dilakukan jika dilakukan pendekatan khusus oleh otoritas India, kendati sebagian kalangan menilai tingkat keberhasilannya amat kecil.

Walaupun pengalamannya melakukan pertukaran dengan orang-orang Sentinel diwarnai ketegangan, Pandit tegas menolak anggapan bahwa orang Sentinel memiiki sikap bermusuhan.

"Itu cara yang salah dalam melihatnya. Justru kita adalah penjajah di sini. Kita adalah orang-orang yang mencoba memasuki wilayah mereka," katanya kepada harian The Indian Express.

Baca juga: Begini Saran Ahli supaya Dapat Berinteraksi dengan Suku Sentinel

"Orang-orang Sentinel adalah orang-orang yang cinta damai. Mereka tidak berusaha menyerang orang. Mereka tidak mendatangi daerah-daerah sekitar, dan menimbulkan masalah. Ini adalah insiden langka," katanya kepada BBC.

Pandit mengatakan, dia mendukung dilakukan upaya pendekatan yang ramah dengan suku tersebut, tetapi menandaskan mereka tidak boleh diganggu.

"Kita harus menghormati keinginan mereka untuk dibiarkan hidup sendiri," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com