BFM dengan kekuatannya pada program “bincang-bincang” (bukan musik), memiliki pendengar sekitar 350.000, hampir 5 persen dari populasi Klang Valley yang mencapai 8 juta.
Di era “komunitas” dan gaya marketing yang terfokus, BFM 89.9 bisa disebut “menguasai” para elite korporat dan professional di Malaysia, dengan menyediakan sarana menarik bagi pengiklan, bahkan di tengah kekuasaan media sosial.
Saat Tim Ceritalah mengunjungi BFM, Khairy Jamaluddin, sosok UMNO yang dapat menarik suara golongan kaya Malaysia, sedang diwawancarai program talkshow pagi yang terkenal “The Breakfast Grille”.
Dipandu Melisa Idris, acara tersebut memang sesuai namanya, “memanaskan” tamunya dengan ganas. Anda akan dinilai hebat kalau bisa selamat dari pertanyaannya yang menawan tapi tajam dan menusuk.
Tak heran jika banyak figur korporat dan politik (termasuk juga pejabat Pakatan Harapan, atau PH) yang gagal. Namun, bagi mereka yang tidak asing dengan acara talkshow radio Amerika, mungkin level adrenalinnya masih tergolong rendah.
Tetap saja, mengingat kejatuhan “juru bicara” UMNO, Utusan Malaysia, dan perpindahan partai ke sayap kanan, dan menjadi lebih konservatif, mungkin kita perlu bertanya, apakah keterbukaan BFM 89.9 terhadap debat dan keberagaman–bisa disebut sebagai etos “liberal-nya”-adalah inti dari kesuksesannya saat ini?
Tentunya, kebebasan terhadap opini yang berbeda juga merupakan keunggulan dari administrasi PH.
Di saat Anwar Ibrahim, Perdana Menteri yang menggantikan Mahathir Mohamad, mencerca para “super liberal”, dapat dikatakan bahwa demografi inilah yang menjadi kunci kemenangan Pakatan Harapan dan juga kesuksesannya.
Malek Ali pun cukup berhati-hati saat menyentuh soal liberalisme. “Saya berusaha untuk memahami definisi liberalisme di Malaysia… itu adalah salah satu hal yang saya coba jauhi, sebab sering disalahgunakan, atau dikaitkan dengan kelonggaran hingga terlihat menjadi sesuatu yang tak bermoral,” kata Malek.
Tentu, liberalisme memiliki makna lebih besar dari sekadar hak LGBT. Pemberitaan bisnis BFM 89.9 cukup sealur dengan pemahaman klasik Adam Smith dan keberpihakannya terhadap pasar terbuka dan perdagangan bebas, belum lagi membahas argumen terhadap kebebasan individu yang diolah dari karya Thomas Hobbes dan John Locke.
Baca juga: Malaysia Targetkan Jadi Negara Maju di Tahun 2024
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.