Salin Artikel

Saat Media Berita Meredup, Stasiun Radio Ini Justru Bangkit

Beberapa pekan lalu, harian Utusan Malaysia yang berbahasa Melayu (dan juga pendukung kuat pemerintahan UMNO dahulu) mulai merampingkan karyawannya yang semula berjumlah 1.500 menjadi kurang dari separuhnya, setelah merugi 8 juta ringgit Malysia per bulan.

Di saat yang sama, BFM 89.9, sebuah stasiun radio berbahasa Inggris yang berbasis di Klang Valley (Lembah KLang), Kuala Lumpur–justru sedang berulang tahun yang kesepuluh.

Mereka merayakannya dengan pindah ke daerah yang baru dan penuh dengan lampu-lampu unik: sebuah surga hipster virtual yang terletak di tengah daerah Taman Tun Dr Ismail, mungkin setara dengan kawasan Soi Thonglor di Bangkok, Salcedo di Manila, atau Senopati di Jakarta.

Bermula dengan modal 5 juta ringgit Malaysia dan kurang dari 10 staf, tim BFM saat ini berisi lebih dari 60 orang. Kini mereka sedang ekspansi secara nasional. Bagaimana ini terjadi?

Pendiri dan Managing Director BFM 89.9 Malek Ali, adalah lulusan Harvard dengan pembawaan yang merendah dan sedikit “ke-profesor-an.”

“Saya melihat radio sebagai ruang yang menarik. Sekarang, stasiun ini menginspirasi orang dan membawa perubahan. Kami menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang tepat. Ini tentang value creation, menciptakan nilai, “ ucapnya.

Wawancara, diskusi, dan debat adalah bagian penting dari DNA stasiun ini. Meskipun pemberitaan serta analisis bisnis dan ekonomi tetap menjadi intinya.

“Masyarakat tidak ingin mendengarkan isu bisnis tiap saat, mereka jadi capek, jadi kami menyentuh isu lainnya,” kata Malek.

Tentunya, dengan angka pengguna podcast-nya yang meledak, 30.000 unduhan harian dan lebih dari 10 juta per tahun, menunjukkan hasrat audiensnya akan konten Malaysia yang “cerdas”.

BFM dengan kekuatannya pada program “bincang-bincang” (bukan musik), memiliki pendengar sekitar 350.000, hampir 5 persen dari populasi Klang Valley yang mencapai 8 juta.

Di era “komunitas” dan gaya marketing yang terfokus, BFM 89.9 bisa disebut “menguasai” para elite korporat dan professional di Malaysia, dengan menyediakan sarana menarik bagi pengiklan, bahkan di tengah kekuasaan media sosial.

Saat Tim Ceritalah mengunjungi BFM, Khairy Jamaluddin, sosok UMNO yang dapat menarik suara golongan kaya Malaysia, sedang diwawancarai program talkshow pagi yang terkenal “The Breakfast Grille”.

Dipandu Melisa Idris, acara tersebut memang sesuai namanya, “memanaskan” tamunya dengan ganas. Anda akan dinilai hebat kalau bisa selamat dari pertanyaannya yang menawan tapi tajam dan menusuk.

Tak heran jika banyak figur korporat dan politik (termasuk juga pejabat Pakatan Harapan, atau PH) yang gagal. Namun, bagi mereka yang tidak asing dengan acara talkshow radio Amerika, mungkin level adrenalinnya masih tergolong rendah.

Tetap saja, mengingat kejatuhan “juru bicara” UMNO, Utusan Malaysia, dan perpindahan partai ke sayap kanan, dan menjadi lebih konservatif, mungkin kita perlu bertanya, apakah keterbukaan BFM 89.9 terhadap debat dan keberagaman–bisa disebut sebagai etos “liberal-nya”-adalah inti dari kesuksesannya saat ini?

Di saat Anwar Ibrahim, Perdana Menteri yang menggantikan Mahathir Mohamad, mencerca para “super liberal”, dapat dikatakan bahwa demografi inilah yang menjadi kunci kemenangan Pakatan Harapan dan juga kesuksesannya.

Malek Ali pun cukup berhati-hati saat menyentuh soal liberalisme. “Saya berusaha untuk memahami definisi liberalisme di Malaysia… itu adalah salah satu hal yang saya coba jauhi, sebab sering disalahgunakan, atau dikaitkan dengan kelonggaran hingga terlihat menjadi sesuatu yang tak bermoral,” kata Malek.

Tentu, liberalisme memiliki makna lebih besar dari sekadar hak LGBT. Pemberitaan bisnis BFM 89.9 cukup sealur dengan pemahaman klasik Adam Smith dan keberpihakannya terhadap pasar terbuka dan perdagangan bebas, belum lagi membahas argumen terhadap kebebasan individu yang diolah dari karya Thomas Hobbes dan John Locke.

Jadi, ketika BFM merencanakan ekspansinya melewati Lembah Klang, yang perlu ditanyakan adalah: Apakah Malaysia bagian lain juga sama tertariknya dengan komposisi berita, opini, dan analisisnya?

Fokusnya terhadap konten Bahasa Inggris memang membatasi jangkauannya, namun Malek cukup optimistis dengan respons luar biasa atas program satu-satunya yang berbahasa Melayu.

Bisakah kepandaian BFM dan keterbukaannya terhadap ide-ide berbeda, memikat pendengar di Kluang, Ipoh, Alor Star, Sandakan, dan Miri? Sampai manakah kesuksesan jangka panjang Pakatan bergantung pada ekspansi demografi ini setelah beberapa dekade tinggal di pemerintahan otoriter yang top-down?

Meskipun waktu yang akan menjawabnya, saya ingin katakan: Jika ekspansi BFM mampu meletuskan gelembung di Lembah Klang, maka saya pasti mendukungnya. Tidakkah seharusnya Anda semua setuju?

https://internasional.kompas.com/read/2018/10/20/18405681/saat-media-berita-meredup-stasiun-radio-ini-justru-bangkit

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke