Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Karim Raslan
Pengamat ASEAN

Karim Raslan adalah kolumnis dan pengamat ASEAN. Dia telah menulis berbagai topik sejak 20 tahun silam. Kolomnya  CERITALAH, sudah dibukukan dalam "Ceritalah Malaysia" dan "Ceritalah Indonesia". Kini, kolom barunya CERITALAH ASEAN, akan terbit di Kompas.com setiap Kamis. Sebuah seri perjalanannya di Asia Tenggara mengeksplorasi topik yang lebih dari tema politik, mulai film, hiburan, gayahidup melalui esai khas Ceritalah. Ikuti Twitter dan Instagramnya di @fromKMR

Ketidaktentuan Pemilu, Ketakutan, dan Kebencian di Malaysia

Kompas.com - 09/03/2018, 19:42 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Pada satu sisi, Malaysia memiliki seorang mantan Perdana Menteri yang telah berusia di atas 90 tahun, Dr. Mahathir Mohamad. Dia adalah sosok di balik penangkapan dan dipenjarakannya sejumlah pembangkang pada 1980-an, dan saat ini dirinya memimpin Partai Oposisi Pakatan Harapan (PH).

Di sisi lain, Malaysia juga memiliki Perdana Menteri yang lahir dari sistem yang telah dibangun oleh Mahathir selama dua dekade.

Tidak diragukan lagi bahwa atmosfir politik saat ini telah menghadirkan berbagai kekecewaan dari segala sisi.

Sekelompok pemuda yang diduga kecewa telah membuat gerakan #UndiRosak untuk menolak apa yang mereka anggap sebagai "pilihan di antara kejahatan yang lebih rendah" dan mengkampanyekan agar para pemilih “merusak” kertas suara.

Mereka merasa telah dikecewakan oleh sistem yang saya sebut, defisit optimisme. Banyaknya janji yang tidak dipenuhi telah memupuskan harapan masyarakat Malaysia.

Baca juga : Malaysia yang Kini Defisit Optimisme

Ini pun tidak membantu bahwa tidak ada tokoh politik yang dapat memecah dan mengganggu kedua pihak yang berseteru.


Tidak Emmanuel Macron, tidak juga Rodrigo Duterte
 

Tampaknya, pilihan yang dihadapi rakyat Malaysia dalam Pemilu ke-14 ini adalah antara inkrementalisme atau kembali ke masa lalu yang otoriter.

Ini adalah narasi yang cenderung mengubah suara pemilih dan menekan jumlah suara dalam bilik suara, sesuatu yang dirasakan semua analis akan menguntungkan petahana.

Meskipun BN menjanjikan kontinuitas ekonomi yang besar, namun hal-hal di lapangan ternyata tidak seindah yang didengar. Sementara orang Malaysia terus dibombardir dengan berita tentang tokoh-tokoh besarnya dan proyek infrastruktur jalur pipa–kesejahteraan yang sesungguhnya malah tidak tampak.

Hal ini dikuatkan oleh survei Merdeka Center baru-baru ini yang menunjukkan bahwa responden tidak merasa kondisi ekonomi telah membaik, ataupun negara telah menuju ke arah yang benar.

Buruknya lagi, janji Najib soal reformasi politik terhenti di tengah jalan. Pertarungan antara perbedaan pendapat politik tetap marak–ini bisa dilihat dari politisi kelompok oposisi, Rafizi Ramli, yang menghadapi hukuman penjara karena telah melaporkan adanya pelanggaran dalam 1MDB.

John SAEKI, Laurence CHU / AFP Infografik soal Skandal 1MDB
Bahkan, rakyat Malaysia menyadari BN sama sekali tidak akan melakukan reformasi politik setelah Pemilu.

Tentunya, upaya Perdana Menteri yang mulai merangkul partai Islamis PAS (yang menolak untuk bergabung dengan PH, yang dipimpin Mahathir) menunjukkan bahwa regulasi ke depannya akan lebih konservatif seiring dengan kekuatan yang mulai didapat dari para ulama (akademisi/sarjana religius)

Sebuah ancaman telah terjadi, stagnasi ekonomi dan polarisasi sosio-politik yang nyata mulai tampak di kehidupan masyarakat Malaysia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com