Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5 Keputusan Kontroversial Trump di Tahun Pertama Menjabat

Kompas.com - 21/01/2018, 05:10 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Sejak diambil sumpahnya pada 20 Januari 2017, Donald Trump telah menjalani tahun pertamanya sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) pada Sabtu (20/1/2018).

Selama satu tahun kepemimpinannya, Trump telah menghasilkan banyak keputusan.

Namun, Kompas.com merangkum lima keputusan kontroversial yang dibuat oleh presiden ke-45 dalam sejarah Negeri Paman Sam tersebut.

Berikut adalah keputusan-keputusan yang menuai reaksi kontra baik dari dalam AS, maupun seluruh dunia:

1. Cekal 7 Negara
Pada 27 Januari 2017, Trump menandatangani perintah eksekutif tentang perlindungan AS dari ancaman masuknya kelompok radikal.

Dalam keputusan tersebut, AS bakal menangguhkan permintaan suaka dari para pengungsi.

Selain itu, Trump melarang tujuh negara, Irak, Suriah, Iran, Libya, Somalia, Sudan, dan Yaman, untuk diterbitkan visanya selama 90 hari.

Dilansir BBC saat itu, Trump berpendapat ketujuh negara tersebut menjadi sarang kelompok ekstremis. Namun, banyak kalangan menganggapnya sebagai "Muslim Ban" yang disanggah oleh Trump.

"Keputusan tersebut dibuat demi mempertahankan keamanan negara ini. Saya tidak memperbincangkan agama apapun," kata Trump di pernyataan resminya.

Keputusan eksekutif itu langsung mendapat tantangan hukum dari sejumlah wilayah di AS.

Di antaranya di Seattle dan San Francisco. Dalam argumentasinya, peraturan itu dianggap melanggar Konstitusi AS yang tidak memperbolehkan adanya diskriminasi terhadap ras atau agama tertentu.

Baca Juga: Trump Resmi Batasi Laju Imigran dari 7 Negara Ini

Pekerja AS mengganti pagar dengan dinding baja baru yang lebih tinggi di sepanjang perbatasan antara Ciudad Juarez dan Sunland Park, New Mexico, di wilayah Juarez, negara bagian Chihuahua, Meksiko pada 12 September 2016.AFP Pekerja AS mengganti pagar dengan dinding baja baru yang lebih tinggi di sepanjang perbatasan antara Ciudad Juarez dan Sunland Park, New Mexico, di wilayah Juarez, negara bagian Chihuahua, Meksiko pada 12 September 2016.

2. Bangun Tembok Perbatasan Meksiko
Sebelum menandatangani peraturan imigrasi yang kontroversial, Trump lebih dahulu meneken aturan soal keamanan di perbatasan.

Sejak 2015, Trump sudah berjanji bakal membangun tembok di perbatasan AS-Meksiko, dan berkoar bakal membuat Meksiko membayarnya.

Namun, dalam kenyataannya, Trump membutuhkan dana hingga 15 miliar dolar AS, sekitar Rp 12,2 triliun, untuk membangun tembok.

Rencana Trump menuai kontra dari Demokrat dan Republik karena dianggap bisa mengancam lingkungan, dan melanggar hak pemilik tanah.

Pusat Keragaman Biologi dan Anggota Perwakilan AS dari Arizona, Raul Grijalva, mengajukan gugatan untuk menentang keputusan tersebut.

Baca juga : Rencana Trump Bangun Tembok Perbatasan Terhambat Dana?

Senator asal Partai Demokrat, Chuck Schumer, berbicara mengenai agenda Demokrat di Washington Rabu (17/1/2018).ALEX WONG/GETTY IMAGES NORTH AMERICA/AFP Senator asal Partai Demokrat, Chuck Schumer, berbicara mengenai agenda Demokrat di Washington Rabu (17/1/2018).

3. Hentikan Program Perlindungan Imigran Anak-anak
Pada 5 September 2017, Trump mengumumkan penghentian Deferred Actions for Childhood Arrival (DACA).

Program tersebut awalnya dibentuk Presiden Barack Obama pada 2012 dengan tujuan melindungi keberadaan imigran anak-anak yang berjumlah sekitar 700.000.

Mereka yang disebut Dreamer itu bakal dilindungi dari deportasi, dan bisa mendapat izin kerja di AS.

Trump berujar, aturan tersebut hanya menambah beban keuangan rakyat asli Amerika.

"Kami berusaha menangani DACA dengan cinta dan rasa sayang. Serta memastikan rakyat Amerika mendapat keuntungan dari program imigrasi yang ada," ujar Trump dikutip oleh NBC News.

Namun, akibat dari pencabutan tersebut, pembahasan anggaran untuk 2018 menjadi berlarut-larut.

Puncaknya adalah Gedung Putih memutuskan penghentian layanan pemerintah (Government Shutdown) setelah pemerintah dan Kongres tidak mendapat titik temu dalam pembahasan anggaran.

Demokrati, yang diwakili oleh Senator Chuck Schumer, masih kukuh untuk mengaktifkan kembali DACA.

Baca juga : Setahun Pertama Trump, AS Terancam Shutdown

 

Pria membawa patung kepala gajah dalam aksi tahunan yang mengecam perburuan gajah di Kenya.YASUYOSHI CHIBA / AFP Pria membawa patung kepala gajah dalam aksi tahunan yang mengecam perburuan gajah di Kenya.

4. Cabut Larangan Impor Satwa yang Dilindungi
15 November 2017, Trump mencabut larangan untuk mengimpor kepala gajah sebagai trofi berburu di Afrika.

New York Post melansir, Dinas Perikanan dan Satwa Liar AS menyatakan bahwa kepala gajah dari Zimbabwe dan Zambia bisa masuk ke Negeri Paman Sam.

"Perburuan yang diatur secara baik dan legal sebagai bagian dari program pengelolaan yang sehat dapat memberi manfaat bagi konservasi spesies tertentu," ujar dinas itu.

Selain kepala gajah, Trump juga mengizinkan pemburu untuk membawa pulang singa yang berhasil didapatkannya.

Sontak, keputusan tersebut langsung menuai reaksi keras dari aktivis perlindungan satwa liar.

Bahkan, pesohor Ellen DeGeneres sampai melakukan kampanye perlindungan gajah di akun Twitternya.

Desakan tersebut akhirnya membuat Trump menangguhkan keputusannya tiga hari berselang (18/1/2018).

Trump berujar, dia memilih untuk tidak meneruskan keputusannya sembari menunggu hasil studi tentang satwa liar yang dilindungi.

Baca juga : Trump Cabut Larangan Impor Kepala Gajah dari Afrika

Hasil pemungutan suara ditampilkan di hadapan anggota Majelis Umum PBB yang membatalkan pengakuan AS atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel usai voting yang dilakukan di markas besar PBB, Kamis (21/12/2017).APF/SPENCER PLATT Hasil pemungutan suara ditampilkan di hadapan anggota Majelis Umum PBB yang membatalkan pengakuan AS atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel usai voting yang dilakukan di markas besar PBB, Kamis (21/12/2017).

5. Akui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel
Di 6 Desember 2017, Trump mengumumkan pengakuannya bahwa Yerusalem adalah ibu kota Israel.

Dia juga menyatakan bakal segera memindahkan kedutaan besarnya di Tel Aviv ke Yerusalem.

"Pengakuan ini merupakan sebuah fakta penting untuk mencapai perdamaian," kata Trump saat itu dilansir oleh AFP.

Pernyataan tersebut langsung menuai kecaman dari seluruh komunitas internasional.

Faksi Palestina, Hamas, bahkan sampai menyerukan "Intifada", atau pemberontakan terhadap Israel.

Rakyat Palestina menanggapinya dengan melakukan demonstrasi, dan disertai dengan kerusuhan melawan aparat penegak hukum Israel.

Total, sejak pengakuan tersebut, jumlah korban warga Palestina yang tewas karena bentrok dengan militer Israel mencapai 12 orang.

Pasca-keputusan Trump, Dewan Umum PBB langsung menggelar rapat darurat untuk membahas pengakuan tersebut di 22 Desember 2017.

Hasilnya, 128 negara memutuskan menolak pengakuan itu. Hanya sembilan negara, termasuk AS dan Israel, yang mendukung.

Baca juga : Trump Akui Kedaulatan Israel dengan Ibu Kota Yerusalem

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com