Rangkaian perjalanan panjang ini akan diakhiri dengan ibadah umrah di Mekkah, sebelum mereka kembali ke Tanah Air.
Kendala terbesar yang mereka hadapi selama perjalanan adalah perbedaan bahasa sebagai media komunikasi.
Hal itu terjadi ketika mereka melewati kota-kota kecil yang masyarakatnya jarang bisa berbahasa Inggris.
Apalagi, Hakam Mabruri mengaku kemampuan Bahasa Inggris amat terbatas. Dia menyebutnya dengan istilah "50:50”.
Hakam menyebut, salah satu pengalaman uniknya adalah pada saat harus berargumen dengan polisi perbatasan Myanmar.
Saat itu mereka tidak diperbolehkan memasuki wilayah Myanmar lewat jalur darat setelah melintasi Thailand.
Hakam Mabruri baru memahami peraturan harus memilliki visa jika ingin masuk wilayah Myanmar lewat jalur darat setelah menelpon KBRI Bangkok.
Setelah menerima penjelasan dari KBRI Bangkok, Hakam Mabruri dan Istri terpaksa harus kembali mengayuh sepeda sejauh 560 kilomter kembali ke Bangkok untuk mengurus visa.
Namun demikian, Hakam mengaku kendala komunikasi tersebut dapat diatasi dengan “bahasa hati”.
"Saya yakin semua manusia punya perasaan dan hati untuk mengerti semuanya,” ujar Hakam Mabruri.
Dengan berbekal "bahasa hati" dan bahasa inggris yang terbatas, Hakam Mabruri dan istri diterima dengan baik oleh banyak penduduk lokal yang ditemuinya selama perjalanan.
Mereka menerima banyak bantuan selama perjalanan dari penduduk, dalam bentuk penginapan gratis maupun makanan.
Baca juga : Segelas Tuak Sambut Peserta Bersepeda di Jantung Borneo
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.