Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Karim Raslan
Pengamat ASEAN

Karim Raslan adalah kolumnis dan pengamat ASEAN. Dia telah menulis berbagai topik sejak 20 tahun silam. Kolomnya  CERITALAH, sudah dibukukan dalam "Ceritalah Malaysia" dan "Ceritalah Indonesia". Kini, kolom barunya CERITALAH ASEAN, akan terbit di Kompas.com setiap Kamis. Sebuah seri perjalanannya di Asia Tenggara mengeksplorasi topik yang lebih dari tema politik, mulai film, hiburan, gayahidup melalui esai khas Ceritalah. Ikuti Twitter dan Instagramnya di @fromKMR

Malaysia yang Kini Defisit Optimisme

Kompas.com - 04/07/2017, 17:27 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin

Namun itu berita usang sebab negara-negara tetangga kini telah melampaui kami. Lapangan pekerjaan amatlah kurang, dan di saat yang sama kami tidak menghasilkan tenaga kerja muda, tenaga kerja muda yang dapat bersaing secara regiona maupun secara global.

Kaum muda saat ini menghadapi lilitan hutang dan prospek yang buruk. Di sisi lain, kami dikelilingi oleh para pemimpin yang gegabah, tidak sabar, tidak beradab, dan tidak jujur.

Situasi politik kami seperti berada dalam kejadian yang berulang-ulang tanpa akhir dengan nama-nama dan isu-isu yang masih juga sama. Terdapat ketidaksabaran dan kekecewaan bahkan dengan keterbatasan demokrasi yang baru lahir yang kami miliki.

Apa yang sesungguhnya terjadi kepada kami? Pertumbuhan ekonomi belum membuat kami menjadi lebih setara atau lebih bahagia.

Kehebatan smartphone dan media sosial belum membuat kami menjadi lebih saling terhubung dan lebih toleran. Tampaknya kami telah kehilangan arah tujuan kami, dari sebuah cita-cita nasional yang besar yang menyatukan kami.

Merdeka, sebuah pembentukan Malaysia, Kebijakan Ekonomi Baru (New Economic Policy/NEP) dan visi 2020. Hal-hal inilah yang sebetulnya dapat menyatukan kami tanpa memedulikan latar belakang yang berbeda-beda.

Sebab, para pemimpin kami tidak memberi kami bekal apapun untuk menggantikan mereka bergerak maju. Saya yakin angka-angka dapat saja dimunculkan untuk menunjukkan bahwa situasi lebih baik dari yang terlihat.

Tetapi hal itu tidak membuat kami MERASA lebih baik dan sebetulnya, itu yang penting. Anda tidak dapat memerintah tanpa memperhitungkan sentimen seperti yang dipahami kaum liberal di negara Barat tahun lalu.

Kami seolah-olah telah kehilangan arah. Kami telah menyia-nyiakan waktu bertahun-tahun untuk “mengejar ketinggalan” pertumbuhan.

Tahap selanjutnya adalah dengan penekanan pada inovasi dan kreativitas yang akan jauh lebih sulit untuk dicapai. Keberhasilan menghadapi tantangan-tantangan itu menuntut kami untuk menghargai pendidikan, pengetahuan, dan profesionalisme, hal-hal yang telah lama kami buang.

Jadi di saat Anda sedang menikmati rendang dan lemang, saya hanya mengamati burung-burung sambil merenungkan, masih adakah ruang untuk harapan…

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com