Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Karim Raslan
Pengamat ASEAN

Karim Raslan adalah kolumnis dan pengamat ASEAN. Dia telah menulis berbagai topik sejak 20 tahun silam. Kolomnya  CERITALAH, sudah dibukukan dalam "Ceritalah Malaysia" dan "Ceritalah Indonesia". Kini, kolom barunya CERITALAH ASEAN, akan terbit di Kompas.com setiap Kamis. Sebuah seri perjalanannya di Asia Tenggara mengeksplorasi topik yang lebih dari tema politik, mulai film, hiburan, gayahidup melalui esai khas Ceritalah. Ikuti Twitter dan Instagramnya di @fromKMR

Malaysia yang Kini Defisit Optimisme

Kompas.com - 04/07/2017, 17:27 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin

Dan bagaimana situasi di KL? Dengan semua jalur MRT yang baru dibangun (dengan stasiun-stasiun yang entah berada di mana), jalur skyline yang dinamis dan penambahan jalan tol, situasinya masih tidak menyenangkan karena semua orang mengeluhkan harga pangan.

Hari Raya kemarin, dengan menu-menu tradisional seperti rendang, lemang, dan makanan lezat lainnya, menjadi tampak lebih sederhana. Hanya kemurahan hati dan keramahan masyarakat Malaysia-lah yang masih tetap kuat.

Segalanya terasa begitu menyesakkan, kurang bergairah. Ini bukan hanya soal tuduhan atas 1Malaysia Development Berhad (1MDB) dan nasib politik Perdana Menteri Datuk Seri Najib Razak yang menyita perhatian banyak orang.

Tetapi ketika pembicaraan beralih ke Ringgit, muncullah berbagai keluhan dan dugaan. Ketika saya menyela dan mengatakan, "Hei, nilai mata uang dan lainnya tampaknya membaik.”

Komentar saya langsung dimentahkan yang membuat saya tersadar bahwa ini merupakan depresiasi awal yang sangat berat. Tak ada yang peduli bahwa bisa saja Ringgit mengalami rebound kemudian.

Memang, harga barang-barang kebutuhan naik karena depresiasi yang belum disesuaikan. Namun, orang-orang seolah-olah menolak untuk melihat sisi baiknya—sebuah sisi negatif yang sudah melekat hingga memengaruhi situasi nasional, diperkuat oleh serangkaian kasus “pembunuhan tingkat tinggi” serta orang-orang muda yang dihabisi oleh massa karena dugaan kriminalitas atau kurangnya maskulinitas.

Saya ingin mengatakan bahwa segala sesuatunya baik-baik saja di era 1980-an ketika saya mulai bekerja. Meskipun, era1980-an bukanlah zaman keemasan.

Hanya saja masa itu adalah masa ketika munculnya harapan, dan harapan besar. Wartawan bekerja di bawah pembatasan yang ketat. Mereka menyaksikan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.

Mereka juga tidak bisa menulis tentang hal-hal tertentu. Sementara, kalangan atas menjalani hidup yang eksklusif dan banyak keistimewaan. Namun, terlepas dari itu semua, setiap orang sangat tertarik dan merasa memiliki prospek masa depan.

Kalangan kelas menengah merasa puas dengan situasi trade-off Malaysia. Segalanya berkembang begitu cepat di dalam negeri, sehingga pembatasan kebebasan pribadi dan politik menjadi tak ada artinya dalam mencapai kemakmuran.

Saya tidak merasa ada seseorang yang dapat berbagi pandangan seperti ini hari ini. Jadi apa yang salah? Orang-orang Malaysia sedang menghadapi defisit rasa optimisme.

Di masa lalu, kami merasa bahwa segala sesuatu akan dan dapat menjadi lebih baik. Hari ini, kami sadar bahwa kejadiannya tidak seperti yang dipikirkan. Inilah perbedaannya dengan masa 80-an. Rasa optimisme itu telah hilang saat ini.

Malaysia telah lama menjadi sebuah negara yang menawarkan masa depan dengan kekayaannya dan sumber daya alamnya yang sangat besar kepada masyarakatnya. Namun sekarang, masa depan itu tidak bisa diharapkan.

Masyarakat Malaysia bingung dengan bagaimana keadaan telah berubah. Kami berharap begitu banyak dan belum lagi di setiap sudut, ada lebih banyak lagi kekecewaan.

Memang benar bahwa kami telah mendapatkan pendidikan yang lebih baik, serta harapan hidup lebih lama dan lebih sejahtera dibandingkan generasi sebelumnya.

Halaman Berikutnya
Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com