Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Turki Makin Berang, Belanda Hadapi Santai

Kompas.com - 14/03/2017, 19:16 WIB

AMSTERDAM, KOMPAS.com – Kemarahan Turki atas pelarangan menterinya berkampanye di Belanda makin meningkat.

Turki mengkritik pedas Uni Eropa (UE) yang dianggap tak adil karena berdiri di pihak Belanda. Kemarahan Turki ditanggapi Belanda dengan santai.

Kementerian luar negeri Turki, Selasa (14/3/2017), menuding UE menerapkan nilai-nilai demokrasi secara tebang pilih.

Menurut Turki, tidak seharusnya UE membela Belanda, yang dituduh Turki telah melanggar hak asasi manusia dan nilai-nilai Eropa.

Hubungan diplomatik Ankara dengan penguasa Belanda terguncang, setelah Amsterdam mengusir dua menteri Turki yang ingin menggalang dukungan untuk referendum konstitusi terhadap warga Turki yang bermukim di Belanda.

Dalam pernyataan bersama, Senin(13/3/2017), perwakilan tinggi urusan luar negeri UE, Federica Mogherini, dan juru runding untuk keanggotaan UE, Johannes Hahn, meminta Turki menahan diri dalam melontarkan "pernyataan berlebihan".

Menurut keduanya, hal ini penting, guna menghindari sengketa lebih lanjut.

"Rekan-rekan UE menerapkan nilai-nilai demokrasi, hak-hak dasar dan hak atas kebebasan secara selektif," ujar kementerian luar negeri Turki dalam pernyataannya.

 "Sangat gawat bagi UE untuk bersembunyi di balik alasan  rasa solidaritas dan  membela Belanda, yang jelas-jelas  melanggar hak asasi manusia dan nilai-nilai Eropa," tandas pernyataan itu lebih jauh.

Sementara itu, pernyataan Mogherini dan Hahn dianggap Turki  termasuk sebagai "penilaian yang tidak akurat".

"Harus dipahami bahwa pernyataan UE tersebut  sebenarnya memicu ekstrimisme seperti xenophobia dan sentimen anti-Turki," demikian disebutkan dalam pernyataan Turki.

Sanksi dan ancaman Turki

Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, yang mencari dukungan pemilih Turki untuk referendum 16 pril mendatang – guna memperluas kekuasaannya sebagai kepala negara – menuduh pemerintah Belanda yang melarang menterinya berbicara di Belanda, bertindak seperti "Nazi".

Erdogan juga mengancam menjatuhkan sanksi terhadap Belanda dan berjanji untuk mengajukan persoalan ini ke Mahkamah Hak Asasi Manusia Eropa.

Sanksi yang dimaksud berupa larangan buat duta besar dan korps diplomatik Belanda untuk melintasi langit atau mendarat di Turki.

Namun, tidak disebutkan apakah larangan itu juga akan berpengaruh pada langkah-langkah ekonomi atau larangan perjalanan bagi  warga biasa.

Tak terlalu buruk

Di lain pihak, Belanda cukup santai dalam merespon kemurkaan Turki.

Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte, Selasa (14/3/2017), mengatakan bahwa sanksi yang diberlakukan Turki "tidak terlalu buruk" .

Ditambahkannya, tetapi tidak pantas bagi Belanda untuk marah atau merespon balik dengan keras atas dijatuhkannya sanksi tersebut.

Eskalasi berawal dari rencana Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu, yang ingin berkampanye di Rotterdam pada Sabtu (10/3/2017) untuk referendum konstitusi yang kontroversial, karena bertujuan memperkuat kekuasaan Presiden Erdogan.

Namun kampanye yang diniatkan untuk warga negara Turki di Belanda itu dibatalkan sepihak oleh pemerintah kota Rotterdam karena masalah keamanan.

Pasalnya Belanda, Rabu (15/3/2017) besok, menggelar pemilihan legislatif.

Cavusoglu sebelumnya sudah mengancam akan "menjatuhkan sanksi berat" jika Belanda menghalangi rencananya untuk berkampanye.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com