Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belanda Tolak Dua Menteri Turki, Presiden Erdogan Marah Besar

Kompas.com - 13/03/2017, 06:23 WIB

ANKARA, KOMPAS.com – Hubungan Turki dan Belanda memanas. Berawal dari penolakan oleh Ansterdam terhadap keinginan Ankara untuk berkampanye kepada warga Turki di Belanda menjelang referendum perluasan kekuasaan Presiden Turki Recep Tayyi Erdogan.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Minggu (12/3/2017), memperingatkan Belanda akan menanggung akibatnya setelah penolakan dua menterinya untuk berkampanye di negeri “Kincir Angin” itu.

Erdogan mengatakan ia akan mengambil langkah setelah pemilihan umum Belanda, Rabu (15/3/2017), sebagai balasan atas penolakan terhadap dua menterinya.

Dua menteri Turki itu semula dijadwalkan akan menggalang dukungan dari kalangan warga Turki yang bermukim di Belanda untuk referendum perluasan wewenang Erdogan yang dijadwalkan akan digelar pada bulan depan.

Pemerintah Belanda berasalan kampanye-kampanye referendum Turki di dalam wilayah Belanda akan memicu ketegangan hanya beberapa hari sebelum Belanda menggelar pemilu.

Menteri Urusan Keluarga Turki, Fatma Betul Sayan Kaya, tiba dengan menggunakan jalan darat pada Sabtu (11/3/2017) tetapi dilarang masuk ke Konsulat Turki di Rotterdam dan selanjutkan dikawal ke perbatasan dengan Jerman oleh kepolisian Belanda.

Menteri Luar Negeri Mevlut Cavusoglu berusaha masuk ke Belanda dengan menggunakan jalur udara tetapi dilarang masuk.

Menurut Erdogan, tindakan Belanda patut dibalas. "Kami akan mengajari mereka diplomasi internasional."

Sementara Amsterdam sangat khawatir akan kerusuhan antara pendukung dan anti Erdogan, yang bisa mengganggu pelaksanaan pemilu Belanda pada Rabu (15/3/2017).

Ketakutan

Erdogan bertanya bagaimana Belanda bisa memberikan pembenaran dalam aksinya mengusir Menteri Urusan Keluarga, Fatma Betul Sayan Kaya, ketika ia berusaha memberikan sambutan kepada pada pendukung Erdogan di luar Konsulat Turki di Rotterdam.

Lebih lanjut Erdogan menuding negara-negara Barat mempunyai ketakutan yang sangat berlebihan terhadap Islam dan ia menuntut lembaga-lembaga internasional memberlakukan sanksi terhadap Belanda.

telegraph.co.uk PM Belanda, Mark Rutte
"Saya telah mengatakan bahwa sebelumnya saya berpikir naziisme sudah berakhir, tetapi saya salah. Naziisme masih hidup di Barat," katanya.

Ia menyampaikan terima kasih kepada Perancis karena telah mengizinkan Menteri Luar Negeri Mevlut Cavusoglu untuk berkampanye di negara itu.

Dalam kampanye di Perancis, Cavusoglu mengatakan Belanda adalah pusat fasisme.

Terdapat 5,5 juta warga Turki tinggal di luar negeri, termasuk 1,4 juta pemilih yang tinggal di Jerman saja.

Oleh karena itu, sejumlah pawai telah direncanakan untuk diadakan di negara-negara yang banyak ditempati warga Turki, termasuk Jerman, Austria dan Belanda.

Pernyataan Erdogan diprotes keras oleh Belanda. Perdana Menteri Mark Rutte mengatakan komentar Erdogan tentang naziisme dan fasisme "tidak dapat diterima".

Pemerintah Belanda menghadapi tantangan serius dari partai anti-Islam pimpinan Geert Wilders dalam pemilihan umum yang akan digelar Rabu (15/3/2018) mendatang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com